Banyaknya kulit udang terbuang dan cangkang kepiting yang “nganggur” dari rumah makan seafood, bikin dua pelajar asal SMAN 3 Yogyakarta, Salsabila Eka dan Bunga Vareilia, lantas memutar otak. Bukan buat mendaur ulang limbah udang tersebut menjadi sebuah produk baru, melainkan untuk memanfaatkannya demi mengatasi limbah lain yang berbahaya buat lingkungan. Salah satunya, limbah batik.
Yap, salah satu kegelisahan yang timbul di benak Echa dan Alel –sapaan akrab duo pelajar ini– adalah makin parahnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah pabrik, dan mayoritas, oleh limbah pabrik batik. Dari hasil pengamatan, misalnya, mereka menangkap fakta bahwa banyak ikan di kali Winongo, Yogyakarta, yang ditemukan mati, dan tumbuhan di sekitarnya juga nggak lagi tumbuh subur.
Sekedar informasi aja, kali Winongo tadi diketahui merupakan salah satu tujuan pembuangan limbah pabrik di Jogja. Kabarnya, kondisi kali ini sekarang memang memasuki tahap kritis.
“Di Jogja itu, kan, banyak produsen batik. Batik, tuh, mengandung ion-ion logam yang merusak sungai-sungai di sekitarnya gitu. Resapannya juga jadi jelek. Ekosistemnya pada rusak. Warna sungainya juga kelihatan beda banget gitu, lho,” jelas penggagas proyek yang mereka beri nama “Pemanfaatan Limbah Udang Untuk ‘Pengaman’ Limbah Batik” ini.
Berangkat dari kegelisahan itulah, kedua pelajar SMAN 3 Yogyakarta inilantas tergerak memunculkan ide inovasi yang berpotensi sanggup membawa solusi alternatif untuk masalah kerusakan lingkungan. Mengingat mereka pernah memelajari zat-zat yang terkandung di dalam kepiting dan udang, mereka pun melakukan penelitian lebih lanjut soal itu. Apalagi, jumlah limbah kepiting dan udang, kan banyak. Mana tahu zat-zat yang terkandung di dalamnya tadi dapat memiliki manfaat positif. Begitu pikirnya.
“Dulu kan kita belajar juga ya, ada zat-zat di dalam udang, namanya kitin. Kita coba cari-cari jurnal yang membahas itu. Ternyata kita ketemu, kalau udang atau kepiting itu punya kitin dan kitosan, yang bisa buat menyerap ion-ion logam dari limbah batiknya itu,” cerita Alel kepada HAI yang waktu itu lagi main ke SMAN 3 Yogyakarta, Selasa (4/10).
Setelah konsep ini dirancang lebih matang bersama beberapa pihak pendamping, serta mencoba melakukan penelitian lebih lanjut, ide inovasi dari Alel dan Echa ini pun terpilih untuk menjadi finalis Toyota Eco Youth 10 bersama dengan 24 finalis lain dari berbagai kota di Indonesia. Cool enough, isn’t it?
Nah, pasca terpilih sebagai finalis ini, sekarang Alel dan Echa masih sibuk mempersiapkan banyak hal terkait proyeknya, untuk memasuki tahap lebih lanjut. Mulai dari mencari mitra kerjasama untuk mengumpulkan limbah udang, uji laboratorium di UGM, mematangkan konsep inovasi, hingga mempersiapkan rancangan alat yang bakal digunakan.
“Nanti kita itu sebenernya cuma bikin bak-bak untuk nampung limbahnya (dari pabrik batik), terus nanti dikasih kitin, terus nanti disaring airnya. Ujung-ujungnya, sih, tetap dibuang juga sebagai limbah. Cuma udah aman buat lingkungan, dan nggak merusak. Karena ion-ion logam dari limbah batik tadi bakalan diserap oleh limbah udang,” tukas Alel penuh keyakinan.
Wah, sukses untuk persiapannya, Alel dan Echa.