Follow Us

Apa Sih Film Indie Itu?

- Jumat, 24 Juni 2016 | 03:15
Ichwan Persada, produser film
Hai Online

Ichwan Persada, produser film

Saya membaca buku Down and Dirty Pictures di suatu hari pada tahun 2005 dengan terkagum-kagum. Bukunya secara gamblang mengulas kebangkitan pembuat film independen di Amerika dengan menggunakan 2 penggerak: Sundance dan Miramax. Yang disebut pertama adalah salah satu festival film paling dihormati di dunia dan yang disebut belakangan adalah sebuah perusahaan film.

Saat itu saya baru saja merantau ke Jakarta. Sesungguhnya tanpa rencana karena “diceburkan” oleh Angga Sasongko untuk membantu produksi film panjang pertamanya, “Foto, Kotak & Jendela”. Dan saya memang seperti diceburkan ke lautan maha luas. Tanpa pernah belajar navigasi dan tak tahu arah. Saya melangkah dan terus mencari tahu. "Making film is a lifetime learning process" akhirnya menjadi kredo yang terus saya gunakan hingga sekarang.

“Foto, Kotak & Jendela” menjadi langkah pertama saya untuk bekerja di film secara profesional. Saya melihat kemerdekaan berekspresi dan bereksplorasi di sana. Kami tak tunduk pada kemauan siapapun meski biaya film diperoleh dari Leo Sutanto, pemilik rumah produksi SinemArt.

Kami bergerak dan terseok-seok, terjatuh sesaat namun belajar dari pengalaman saat terjatuh. Kami punya segala kebebasan yang kami inginkan. Dan semangat seperti itulah yang saya rasakan meluap-luap ketika membaca buku yang saya sebut diatas.

Kriteria Indie?

Seperti Angga yang akhirnya masuk ke industri film dan sekarang menjadi salah satu sutradara garda depan negeri ini, Quentin Tarantino pun memulai proses yang kurang lebih sama. Membuat film “Pulp Fiction” dengan cara dan gaya yang bisa jadi belum pernah ditempuh oleh sutradara manapun saat di Amerika. Dan ketika diedarkan di dalam negeri dan lantas ke seluruh dunia, film tersebut beroleh tepukan meriah dan menjadi pintu masuk Tarantino ke industri: Hollywood.

Pertanyaan sejuta dollar dari semua paparan ini sesungguhnya adalah bagaimana sebuah film bisa dimasukkan dalam kriteria indie? Apakah hanya film yang tak beredar di bioskop saja yang digolongkan sebagai indie? Tak bisakah sebuah film yang diproduksi dengan semangat merdeka dan lantas bisa diakses oleh masyarakat secara luas di bioskop bisa dikategorikan sebagai film indie?

Mau tak mau, untuk menelusuri hal ini, kita perlu bertolak ke Amerika yang menjadi kiblat perfilman dunia hingga saat ini. Istilah film independen [disini disingkat sebagai “film indie”] mulai menyeruak di pertengahan tahun 1960-an. Ada kegelisahan yang muncul saat itu dari sutradara-sutradara pemula, mulai dari Martin Scorsese, Steven Spielberg, George Lucas, Stanley Kubrick hingga John Cassavetes. Mereka jengah melihat Hollywood yang begitu eksklusif: sebuah situasi dimana Hollywood hanya membuka diri pada sutradara dan aktor yang dinilai bank-able [baca: bereputasi cemerlang dalam mendatangkan pemasukan atas film-filmnya]. Akibatnya, kesempatan buat sutradara muda seperti Scorsese dkk nyaris nihil.

Dan jika saja tak gelisah, mungkin gerakan film independen ini tak muncul. Karena akhirnya kelima sutradara tersebut bergerak dan merombak secara besar-besaran mekanisme kerja yang biasanya dilakukan Hollywood. Dari gerakan ini muncul film-film yang dikenang hingga kini dan akhirnya membuat keempat nama diatas, minus Cassavetes, selanjutnya masuk dengan mulus ke industri.

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest