Algoritma buatan tenyata punya kecerdasan untuk mengidentifikasi kata-kata maupun kalimat putus asa yang mengarah kepada seseorang yang berupaya melakukan bunuh diri. Jika diterapkan dalam sebuah aplikasi, ada kemungkinan berfungsi melacak postingan pengguna dan memasukannya ke riwayat medis sehingga bunuh diri bakal bisa dicegah.
Nah, lewat algoritma media, aplikasi bakal bisa memonitor data secara real time sehingga bisa melihat pola-pola yang mempunya potensi menyakiti diri sendiri. Aplikasi ini nantinya akan disambungkan ke media-media sosial seperti Facebook, Twitter dan LinkedIn sehingga dapat memonitor konten-konten pengguna di sejumlah jejaring sosial.
Pada 2013, aplikasi pencegah bunuh diri bernama Durkheim (diambil dari nama sosiolog yang fokus di bidang 'suicide') dengan sistem algoritma di atas aplikasi ini pernah dikembangkan. Ide munculnya gagasan membuat aplikasi ini adalah berawal dari penelitian tahun 2011 yang menyatakan veteran perang lebih berpotensi melakukan bunuh diri dari masyarakat biasa, makanya Durkheim ditujukan untuk para veteran perang.
“Studi ini bekerja sama dengan beberapa mitra, mulai dari yang berbasis ilmu pengetahuan sampai para profesional di bidang kesehatan mental," kata Chris Poulin, peneliti utama Durkheim dikutip dari Live Science.
Sayangnya pengembangan aplikasi ini dihentikan, oleh sebab mendapat kritikan dari peneliti lainnya yang mengatakan bahwa tidak ada korelasi antara posting kata bunuh diri dengan melakukan tindakan bunuh diri, namun proyek ini terus dikembangkan.