Follow Us

Film Everest: Gunung Selalu Menang

- Jumat, 11 September 2015 | 03:45
Rob Hall berusaha menolong Beck yang sempat kehilangan sadar pas melewati jembatan.
Hai Online

Rob Hall berusaha menolong Beck yang sempat kehilangan sadar pas melewati jembatan.

Terkadang orang-orang memiliki mimpi yang liar, salah satunya mimpi mendaki gunung tertinggi dunia, Everest. Berapa pun harga yang dibayar, orang-orang ini tetap berusaha mewujudkannya.

Seperti kisah nyata pendakian Gunung Everest pada tahun 1996 yang disebut-sebut sebagai bencana Everest terbesar, dimana 10 Mei menjadi hari naas dan mematikan dalam sejarah pendakian Everest. Setidaknya delapan orang tewas setelah terjebak dalam badai salju ganas ketika mereka mencoba sampai ke puncak setinggi 29.000 kaki atau pada ketinggian 8.839,2 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Sebagai pendaki profesional, Rob Hall (Jason Clarke) bertanggung jawab memimpin grup pendakian komersilnya di Adventure Consultant. Namun Everest sedang ramai pengunjung, sehingga bukan cuma tim Rob Hall yang mendaki, melainkan tim Scott Fischer (Jake Gyllenhaal) pun memimpin ekspedisi pendakian gunung berbahaya tersebut. Keduanya kekeuh mengagendakan sampai di puncak pada tanggal 10 Mei 1996.

Melihat ramainya pendakian kali ini, Rob Hall mengkhawatirkan keselamatan para kliennya. Dia tidak mau ada banyak antrean sehingga pendaki jadi kedinginan. Dia pun meminta Scott untuk bekerjasama menyiapkan tali atau jembatan dalam proses pendakian mereka. Scott menyambut baik. Lagipula siapa yang mau membahayakan para pendaki lainnya?

It's the attitude, not the altitude,” pesan Scott mengingatkan bagaimana pendaki harus mengendalikan ketinggian dengan sikap yang benar.

Meski begitu, ambisi para pendaki dengan motivasi masing-masing membuat mereka tetap berkeras untuk menyentuh puncak Everest.

"Manusia memang tidak dibangun untuk berfungsi pada ketinggian jelajah melebihi dari pesawat Boeing 747," kata Rob mengingatkan bahayanya Everest jika sudah di atas 8000 mdpl.

Namun Rob tahu setiap orang punya mimpi, dan sekuat tenaga dan pikiran mereka berusaha mewujudkannya. Ia percaya, setipis apapun oksigen di atas sana, kemampuan manusia akan mampu melakukannya.

Sayangnya, gunung selalu punya cuaca sendiri. Dia bisa setenang embun pagi, tetapi bisa saja tiba-tiba mengusik dan mengobrak-abrik. Saat datang situasi seperti ini, beberapa klien Rob dan Scott memperhitungkan keadaan, diantara mereka ada yang memutuskan kembali turun namun tidak sedikit yang berkeras menaklukan puncak.

Scott Fischer dalam kenangan Everest
Doug Hansen, menjadi salah satu pendaki yang memaksakan diri. Dia hanya tidak mau bolak balik Everest lagi demi memasang bendera di puncaknya. Maka pendakian ketiganya ini harus berhasil. Meski Rob tahu Doug termasuk yang telat sampai di puncak, ia tetap mengantarnya. Doug pun harus menerima risikonya sehingga ia kehabisan oksigen. Belum lagi badai salju datang. Doug pun menjadi korban pertamanya.

Film ini memang diangkat dari kisah nyata, namun hasil olahan visual Universal Pictures bisa membuat penonton merasakan juga pengalaman alamiah dan suasana nyata di Everest. Setting 1996 pun masih relevan, bahkan dengan soundtrack musik India tatkala pendaki melewati daerah Kathmandu, Nepal dan sekitarnya.

Bagaimana pun film karya sutradara Baltasar Kormákur ini mengingatkan kita kalau gunung selalu menang. Meski ia tinggi, kita diajarkan untuk tidak selalu melihat ke atas dan berusaha mengalahkan gunung dengan ambisi menyentuh puncaknya. Mendaki gunung adalah tetap merunduk, jalan perlahan namun penuh perhitungan, dengan begitu pada waktu yang tepat kita akan tiba di puncak.

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest