HAI-ONLINE.COM - "Mid-Tempo 70's Punk", begitulah bio The Jansen di Instagram. Singkat padat jelas.
Dari awal berkarier pun band asal Bogor ini memang konsisten bawain musik punk era 77-80an. Begitupun dengan soundnya yang sengaja dibikin old-school.
Dengan statement yang sangat spesifik tersebut, The Jansen seakan membatasi diri cuma bawain musik punk di masa itu.
Namun ternyata mereka bisa kok bikin karya yang nggak stagnan. Malah album ketiganya ini makin mantep aja.
Di "Banal Semakin Binal" The Jansen mengambil inspirasi dari punk 70an yang lebih ngepop.
Baca Juga: Review Album Fleur - Fleur Fleur FLEUR!: Bener-bener Nggak Bisa Lepas dari Dara Puspita
Sebutlah The Ramones, Buzzcocks, The Undertones dan kawan-kawannya. Plus full pake lirik bahasa Indonesia.
Dua hal tersebut yang bikin kuartet ini terdengar fresh. Sebelumnya, mereka nggak pernah hal kayak gini. Eksekusi musiknya pun pas banget, patuh pakem dan nggak berlebihan.
Yang perlu diperhatiin juga cara The Jansen nulis lirik di album ini. Bener-bener seakan seperti lirik lagu lokal dari era 70an!
Diksi seperti "mesin lotre" "bis kota" "dua bilah mata pedang" "opera" tentunya jadul banget, dan menasbihkan "Mid-Tempo 70's Punk" di bio mereka bukan sekedar gimmick. Namun The Jansen seakan masih terjebak di era orba tersebut, bedanya mereka udah dengerin Buzzcocks duluan.
HAI malah membayangkan, kalo musik punk masuk dan populer ke Indonesia sejak 70an, mungkin band-band lokal pada masa itu banyak yang karyanya kayak album The Jansen ini.
"Banal Semakin Binal" bener-bener album yang asik, catchy, dan layak koleksi.