Maka dari itu, tim menawarkan metode pembakaran ramah lingkungan yang menghasilkan asap cair. Selain mengurangi polusi udara, cairan hasil pembakaran ini bisa untuk berbagai hal.
“Cairan hasil pembakaran tingkat I bisa untuk mengawetkan makanan, tingkat II bisa buat biopestisida, dan tingkat III bisa sebagai pengawet kayu,” terang Putra.
Ketua Tim, Putu Mega Dana, mengungkapkan kalo metode pembakaran yang ditawarkan ada beberapa tahapan.
Tahap pertama adalah pirolisis, yakni pembakaran tempurung kelapa dengan suhu tinggi tanpa adanya oksigen untuk memisahkan senyawa menjadi beberapa bagian. Proses pirolisis ini akan menghasilkan asap.
“Asap dari hasil pembakaran tersebut kemudian diubah dari bentuk uap menjadi cair. Cairan hasil pembakaran selanjutnya dimurnikan dengan cara diendapkan, sehingga akan menghasilkan cairan dengan tiga tingkatan tadi,” tutur Putu.
Lewat metode pembakaran asap cair, petani bisa memperoleh arang dengan kualitas baik, karena arang nggak bakal bercampur dengan tanah seperti pada proses pembakaran konvensional.
“Arang yang sudah jadi ini akan dihaluskan dalam mesin penepung untuk kemudian dicampur dengan kanji dan air. Selanjutnya, adonan arang siap untuk dicetak menjadi briket sesuai permintaan pasar atau konsumen. Setelah dioven dan didinginkan, briket bisa langsung dikemas dan dipasarkan,” pungkas Putu.
Dengan modal sekitar 10 Juta Rupiah untuk mengolah 1 Ton arang, Putu dan tim yakin bisa menghasilkan keuntungan bersih mulai dari 25 sampai 60 Juta Rupiah.
Nggak heran kalo gagasan ini mengantarkan keempat mahasiswa menduduki posisi lima besar di ajang internasional bergengsi besutan perusahaan migas multinasional, Shell, NXPlorers 2022. (*)