Perjalanannya pun dilanjut dengan mengikuti Ujian Mandiri ITB dengan dibantu nilai rapot, dan lagi-lagi ia dinyatakan nggak lolos.
“Pas tau hasilnya itu selisih kurangnya dikit banget, kayak tipis banget,” tambahnya.
Memutuskan untuk Gap Year
Mahasiswa semester empat Politeknik Astra ini akhirnya memutuskan buat gap year. Selain karena masih ingin berjuang masuk kampus impiannya, ada banyak temannya juga yang ikut gap year.
Memilih untuk gap year, Putri memutuskan untuk ikut kelas di Kampung Inggris, Pare. Ini dia putuskan karena nggak mau hanya diam dan belajar SBMPTN di rumah saja.
“Gue ambil kelas grammar selama empat bulan, jadi ibaratnya gue udah mempersiapkan lebih dulu gitu lah [untuk kuliah]. Tapi gue juga belajar SBMPTN di sana, biar nggak sia-sia gap year gue,” ujar nya.
Selama di Pare, ia juga merasa pede karena ternyata banyak mahasiswa gap year juga.
Alih-alih jadi perguruan tinggi cadangan, malah sebaliknya
Jadwal mulai pendaftaran SBMPTN memang lebih lama dibanding pendaftaran PTS, ini karena menunggu pengumuman SNMPTN terlebih dahulu. Lalu saat itu, ia memutuskan untuk mencari cadangan kampus.
“Terus kata bunda, suruh ambil cadangan kampus takutnya kenapa napa. Nah kebetulan saat itu gue sempet liat brosur kampus gue yang sekarang. Tapi awalnya emang nggak tertarik, karena tetep kekeh mau ITB,” ceritanya penuh semangat.
Setelah menggali informasi soal kampusnya sekarang, banyak yang bilang kalau selesai kuliah, bisa langsung kerja di perusahaan tersebut. Setelah melewati seleksi yang ketat, akhirnya dia diterima, dengan jurusan Teknik Sipil di Politeknik Astra.
“Gue nggak sempet ikut SBM karna udah keterima duluan di Polman Astra ini. Tapi gue disitu dilema. Akhirnya gue berdoa dan sholat. Dan akhirnya gue mutusin buat di Astra,” terangnya.