HAI-Online.com - Berbicara tentang suguhan pop-punk - terutama di Indonesia - kayaknya emang nggak pernah kelar.
Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga paruh baya pasti pernah mengalami fase untuk mendengarkan musik yang catchy nan dinamis ini.
Alvendi Lasut (vokal), Matthias Kaunang (gitar, vokal), Roger Salawati (gitar),Muhammad Saldiansyah (bass), danSeptian Timothy (drum) yang berdaulat dengan nama Crushing Grief pun menjadi salah satu dari jutaan band pop punk yang hadir di Indonesia.
Berangkat dari ujung utara Celebes, tepatnya di kota Manado,kelimanya memutuskan untuk menggunakan elemen musik sarat energi tersebut sebagai bahan bakarnya.
Alih-alih mengacu pada satu pakem tertentu,lima dewasa muda ini memutuskan untuk memperluas spektrum pop-punk yang diterjemahkan secara apik oleh mereka.Meski baru terbentuk pada 2019, band ini memiliki produktivitas yang sangat sesuai dengan esensi dasar dari pop-punk yakni muda, penuh gairah, dan berbahaya -pun tentu saja nggak melenyapkan elemen ear candy yang ada dalam materinya.
Suguhan produktivitas pop-punk yang segar dan beresiko disajikan oleh Crushing Grief sejak EP perdana mereka bertajuk 'Heart Killing Rollercoaster' (12/19).
Kala itu perkenalan perdana mereka memang masih memberikan impresi band pop-punk generik pada umumnya yang kerap kita lihat di seluruh pelosok Indonesia.
Namun berkat eksplorasi intens nan optimal yang dikerahkan oleh seluruh personelnya, Crushing Grief berhasil menemukan apa yang mereka inginkan di karya terbarunya saat ini.
EP bertajuk 'Mountain I've Climbed' yang ditelurkan via Moshpit Records pada pekan lalu (25/10) menjadi bukti investasi besar yang dikerahkan untuk kebutuhan referensial dan produksi materi.
Meski masih bernalar pada naik turun kehidupan pemuda untuk penulisan liriknya, terlihat kalo Crushing Grief telah mengukir warna baru yang mereka hadirkan di EP ini.