Adapun usulan penetapannya telah dilakukan pada masa Soeharto masih menjabat sebagai Menteri Utama Bidang Pertahanan dan Keamanan pada 1966.
Tepatnya, pada 24 September 1966, Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian mengusulkan supaya peringatan Hari Kesaktian Pancasila dilakukan juga oleh seluruh jajaran Angkatan Bersenjata.
Kemudian pada 29 September 1966, Soeharto menerbitkan surat keputusannya tertanggal 29 September 1966 yang menetapkan bahwa Hari Kesaktian Pancasila diperingati oleh “seluruh slagorde (jajaran) Angkatan Bersenjata dengan mengikutsertakan massa rakyat.”
Hari Kesaktian Pancasila pun diperingati setelah peristiwa G30S yang bertepatan dengan terbunuhnya 7 perwira militer Angkatan Darat (AD), yaitu Letjen Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi), Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi).
Lalu, Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Intelijen), Brigjen Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik), Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen).
Kemudian, Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat) dan Pierre Tendean yang merupakan ajudan Jenderal A.H. Nasution.
Pada masa Orde Baru, pemerintah memperingati dua peristiwa tersebut dengan mengibarkan bendera setengah tiang pada 30 September.
Kemudian sehari setelahnya, pada 1 Oktober bendera dinaikkan setiang penuh.
Makna dari ritual tersebut, yaitu setengah tiang merupakan tanda duka nasional lantaran terbunuhnya 7 perwira AD. Kemudian, bendera dinaikan satu tiang penuh bermakna Indonesia menang menangkal ideologi komunis berkat kesaktian pancasila.
Selain tentang pengibaran bendera, setiap 1 Oktober juga selalu dilaksanakan upacara Kesaktian Pancasila yang berlangsung di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Editor : Hai
Baca Lainnya
PROMOTED CONTENT
Latest