Follow Us

Jadi Korban Ghosting? Psikolog UGM: Berhentilah Ngejar Orangnya!

Hanif Pandu Setiawan - Rabu, 24 Maret 2021 | 17:10
Ilustrasi korban ghosting.
Pixabay

Ilustrasi korban ghosting.

Kemungkinan lain, mereka juga merasa nggak nyaman menggantungkan permasalahan. Namun demikian, menurut mereka akan lebih mudah bersikap seperti itu daripada harus menghadapinya saat ini.

"Pemicu ghosting adalah adanya perasaan nggak nyaman dalam relasi atau saat ada ketidakcocokan yang nggak bisa dikomunikasikan secara terbuka,"jelasnya.

Meski begitu, Idei menegaskan pelaku ghosting nggak bisa digeneralisasikan. Karenanya, disaranakan untuk nggak memberi label pelaku ghosting karena nggak benar-benar mengetahui riwayat kehidupan dan dinamika psikologis pelaku sehingga ia sampai pada perilaku tersebut.

Lebih lanjut Idei menyampaikan bahwa ghosting pada dasarnya adalah penolakan, hanya tanpa finalitas atau ungkapan penolakan itu sendiri.

"Jadi nggak benar-benar ada kata “selesai” atau “putus”. Itu terjadi ketika seseorang berhenti menjawab teks atau panggilan telepon tanpa penjelasan lebih lanjut," ujarnya.

Perilaku tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti membuat korban merasa bingung, sakit hati, dan paranoid dikhianati ataupun menyalahkan diri sendiri.

Perasaan nggak nyaman yang berkelanjutan tersebut dapat mengganggu fungsi hidup keseharian, misalnya menjadi malas makan dan beraktivitas, nggak mampu berkonsentrasi, dan penurunan performa kerja.

Baca Juga: Mengakhiri Pacaran dengan Cara Ghosting, Psikolog Bilang Itu Kurang Ajar!

Lalu, bagaimana jika kita menjadi korban ghosting? Idei menyarankan untuk jangan merendahkan diri dan berhentilah untuk mengejar orang tersebut.

"Stop chasing for people, you deserve the best. Orang yg tepat untuk Anda akan mencari Anda dan bertanggung jawab atas tindakannya," pungkasnya. (*)

Source : ugm.ac.id

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular