Follow Us

Drama Kursi Kosong Najwa Shihab, Dewan Pers: Kreativitas Jurnalistik Kok Dianggap Kriminal

Al Sobry - Rabu, 07 Oktober 2020 | 15:02
Tangkapan layar dari twitter netizen yang bikin meme ngisi kursi kosong dengan impostor among us
twitter.com

Tangkapan layar dari twitter netizen yang bikin meme ngisi kursi kosong dengan impostor among us

Ahmad Djauhar berpendapat, wawancara kursi kosong yang dilakukan Najwa Shihab sebagai pengganti absennya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bukanlah bentuk penghinaan terhadap Presiden Jokowi.

Menurut Ahmad, cara Najwa dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang mewakili publik merupakan bagian dari kreativitas di jurnalistik.

"Kreativitas itu kan macam-macam caranya. Ada yang caranya sindiran halus. Enggak (bermaksud menghina) lah ini sampai bikin malu Pak Jokowi. Itu relawannya aja yang baper (bawa perasaan),” ujar Ahmad menyampaikam kepada Tempo, Selasa (6/10/2020) kemarin.

Menurutnya juga, Najwa yang mewawancarai kursi kosong karena Menteri Terawan tak memenuhi undangan wawancara terkait penanganan Covid-19. Sah saja bila Najwa membuat sebuah acara yang teatrikal tersebut.

“Itu kan sindiran, apakah yang seperti itu layak dikriminalkan?” kata Ahmad lagi.

Baca Juga: Bintang Emon Bikin Sindiran Pedas untuk Menkes Terawan, Tanggapi Aksi Wawancara Kursi Kosong

Sementara drama Kursi Kosong semakin viral, ditambah agenda aduan ke dewan pers, maka sejauh ini laporan pihak Silvia belum secara resmi masuk ke pihak Dewan Pers.

Dokutip HAI dari Kompas.com, anggota dan Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya mengatakan pihaknya belum menerima laporan dari Relawan Jokowi Bersatu tentang nama jurnalis Najwa Shihab.

Di satu sisi, keputusan pihak kepolisian untuk menolak aduan tersebut dan mengarahkan ke Dewan Pers adalah langkah yang benar.

"Kalo menurut saya, ya memang kasus aduan soal pers, apa yang disampaikan oleh penyidik Polri dalam hal ini sudah betul penanganannya ke Dewan Pers," kata Agung saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/10/2020).

Hal itu tak lepas dari adanya perjanjian atau MoU antara Polri dan Dewan Pers jika ada aduan dari masyarakat dalam bentuk ketidaknyamanan pemberitaan, maka persoalan itu diserahkan ke Dewan Pers.

"Kalo betul nanti pelapor akan mengadu ke Dewan Pers, tentunya Dewan Pers akan menerima, kemudian akan mempelajari materi aduannya, yang tidak kalah penting, tentunya akan berproses di mana pengadu akan kita dengar dengan dokumentasi bukti, dan yang diadukan akan kita panggil untuk memberikan penjelasan," jelas dia.

"Tentu dari Dewan Pers tentunya materi tersebut akan kita pelajari dulu, ada ahli bahasa yang bisa membedah apakah ada pelanggaran kode etik dari penayangan tersebut," imbuhnya lagi. (*)

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya

Latest