Follow Us

Bukti Pentingnya Teknologi dalam Memelihara Budaya dan Pariwisata di Indonesia

Bayu Galih Permana - Rabu, 15 Januari 2020 | 14:30
Bukti Pentingnya Teknologi dalam Memelihara Budaya dan Pariwisata di Indonesia
National Geographic Indonesia

HAI-Online.com - Awan-awan di kepulauan Natuna sedang mengerubungi kami. Siang hari di Natuna akhir-akhir ini memang sering berawan. Sambil menyantap makan siang, saya dan tim merencanakan akan ke loka wisata manakah setelah ini. Saya coba tanyakan kepada Dian, supir pribadi kami selama di Natuna, loka wisata mana yang merupakan ciri khas di kepulauan Natuna? Dian menyebutkan 2 loka wisata: Batu Sindu dan Batu Datar, keduanya berdekatan.

Usai makan siang saya dan tim langsung meluncur ke loka wisata Batu Sindu di bukit Senubing, kepulauan Natuna. Loka wisata Batu Sindu berupa batu-batu besar yang terhampar dari atas bukit hingga ke permukaan laut. Kami semua menuruni bukit hingga tiba di menginjakkan kaki di permukaan pasir pantainya. Saya dan dan seorang anggota tim, Azis (41), mulai melepas pakaian dan mencoba berenang di sana.

Loka wisata di sini sangat alami. Dan tentunya, sampah di sini memang ada tapi jumlahnya lebih sedikit dibanding loka wisata populer di Indonesia, seperti kepulauan Seribu dan Karimun Jawa. Saya mencoba berenang ke dalamnya dan membuka mata di dalam air; airnya amat jernih. Menikmati wisata Batu Sindu pun tidak dikenakan biaya masuk alias gratis. Selain masih bersih dan biaya masuknya gratis, salah satu ciri wisata yang masih alami lainnya yaitu di sana tidak ada kamar kecil untuk buang air.

Baca Juga: Mengintip Kehidupan Warga Sangihe: Punya Internet untuk Ngerjain PR Sekolah dan Jualan Parang Online

Loka wisata favorit lainnya selain loka wisata Batu Sindu yaitu loka wisata Batu Datar. Posisinya berdekatan dan bentuknya pun tidak jauh berbeda. Loka wisata Batu Datar berupa batu lonjong yang amat besar di atas bukit. Ukuran batunya lebih besar daripada batu-batu yang saya lihat di Batu Sindu, bisa jadi sekitar 10 meter. Batu besar tersebut posisinya merebah sehingga bisa banyak orang sekaligus berdiri di atasnya.

National Geographic Indonesia

Di loka wisata Batu Datar, saya bertemu dengan salah seorang penggiat pariwisata di kepulauan Natuna. Namanya Arief Naen, berusia 30 tahun. Kami berencana menyaksikan penampilan budaya tadisional Alu yang sore ini akan ditampilkan di atas Batu Datar. Saya dan Naen membicarakan tentang penggunaan internet untuk kebutuhan pariwisata di kepulauan Natuna. Untuk mempromosikan semua pariwisata yang ada di kepulauan Natuna, Naen biasanya menggunakan media sosial. Di tahun 2019 ini mulai dari bulan Januari hingga Oktober, Naen sudah membawa para wisatawan berkililing kepulauan Natuna sebanyak 80 wisatawan. Rata-rata berasal dari pulau Jawa, ada juga yang dari luar negeri seperti dari Malaysia dan Singapore. Kebanyakan para wisatawan mengenal pariwisata kepulauan Natuna lewat media sosial.

Namun, belum semua loka wisata di kepulauan Natuna bisa mendapatkan sinyal internet. Sebagian loka wisata seperti Tanjung Datuk masih belum mendapat jaringan internet. “Tiga tahun ke belakang sebelum ada Palapa Ring Barat, kami kesulitan menemukan titik untuk menemukan jaringan internet,” ujar Naen. “Padahal dengan adanya internet di loka wisata, masyarakat mauoun wisatawan dapat dengan mudah memuat foto atau video kegiatan mereka selama berwisata di kepulauan Natuna.” Masyarakat merasa terbantu dengan adanya akses internet cepat di kepulauan Natuna seperti sekarang ini. Naen juga berharap agar jaringan internet di kepulauan Natuna diperluas sehingga bisa mencakup wilayah terpencil.

Baca Juga: Para Nelayan yang Menyiasati Arah Angin dengan Internet

Naen menjelaskan bahwa Natuna merupakan salah satu kawasan Geopark Nasional. Dia juga bercerita pada tahun 2015 dan 2016, Naen bersama para anggota karang taruna desa Sepempang mengadakan sebuah aksi nyata di pulau Senoa. Kegiatan yang dilakukan yaitu bergotong-royong membersihkan pulau Senoa, penanaman 120 bibit cemara pantai, juga pelepasan tukik atau penyu untuk menjaga kelestariannya agar tidak punah.

National Geographic Indonesia

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest