Follow Us

Presiden Minta Pengesahan RKUHP Ditunda, Berikut Sejumlah Pasal yang Picu Kontroversi Masyarakat

Bayu Galih Permana - Jumat, 20 September 2019 | 17:15
Sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi unjuk rasa menolak rencana pengesahan RKUHP yang dinilai nggak melibatkan partisipasi masyarakat.
KOMPAS.COM/KRISTIAN ERDIANTO

Sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi unjuk rasa menolak rencana pengesahan RKUHP yang dinilai nggak melibatkan partisipasi masyarakat.

HAI-Online.com - Mendapatkan banyak keberatan dan menerima masukan dari berbagai lapisan masyarakat, Presiden Joko Widodo meminta DPR untuk melakukan penundaan pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Disampaikan di Istana Bogor pada Jumat (20/9) ini, Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah, dan meminta pengesahannya nggak dilakukan DPR periode ini.

"Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini. Agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini. Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," ujar Presiden Jokowi.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga meminta Menteri Hukum dan HAM untuk mencari masukan dari berbagai kalangan masyarakat terkait revisi RKUHP yang ada.

Baca Juga: Seru Abis, Sekolah Ini Minta Murid Dandan ala Karakter Film buat Kartu Pelajar

"Memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, untuk mencari masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat, sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada," terang mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menambahkan.

Apabila kita menelisik RKUHP yang diluncurkan oleh para anggota DPR jelang pergantian periode pemerintahan, memang terdapat sejumlah pasal yang dianggap aneh dan nggak masuk akal, di mana hal tersebut langsung dibanjiri banyak kritikan oleh masyarakat.

Berikut HAI udah merangkum buat kalian sejumlah pasal dalam RKUHP buatan DPR yang memicu perdebatan berbagai pihak.

1. Pidana bagi dukun santet

RKUHP yang tengah digodok anggota dewan rupanya menyoroti soal praktik klenik, tepatnya Pasal 252 pada draf, di mana mengatur pidana bagi seseorang yang punya ilmu magis dan memakainya untuk menyakiti atau membunuh seseorang.

Pasal 252 Ayat (1) berbunyi "Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV (Rp 200 juta)".

Source : Kompas.com

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest