Egha tak sendirian, selang satu tahun kelulusannya ia menggandeng dua teman kuliahnya di Binus, Sunjaya Askaria dan Hezby Ryandi, menyusultahun 2014 mereka mendapat partner baruFahmy Desrizaldari kampus yang sama.
Bermodalbudgettiga puluh juta rupiah dan sebuah kantor mungil di kos-kosan dekat kampusnya itu, Delution bertumbuh dan terus menorehkan prestasi di bidang arsitektur.
Mereka pernah meraih penghargaan di New York dalam event Architizer A+ Awards untuk penemuan Splow House di kategori arsitektur dan hunian kecil di tahun 2017.
SebelumnyaSpecial Mention German Design Award 2016yang diadakanGerman Design Council di Frankfurt,Best Design of The Year for Corporate Small Spacejuha diraihnya,serta beberapa penghargaan keren lainnya.
Dengan niat membangun ruang ikonik, seperti estate, gedung ikonik sampai jembatan ikonik, Delution terus mengupayakannya.Menengok Dubai, yang punya bangunan-bangunan ikonik, bahkan negara tersebut sudah bisa disebut Iconic country, Egha juga mau Indonesia punya banyak bangunan keren seperti di sana.
"Bukan tentang gaya dan keren aja tapi desain ikonik itu bakal menjadi wajah kotanya, tentu nggak mengesampingkan fungsinya,” papar Egha lagi.
Terbukti melalui empat perusahaannya, pada 2014Delution membangun Vortiland,sebuah kompleks perumahan di Ciputat Bintaro yang setiap bentuk bangunan rumahnya tidak seragam.
Baca Juga: Super Art Fest Sebagai Jawaban Bagi Kaum Millenials Dalam Berseni
“Stand out bisa dibilang begitu,karena setiap rumah itu didesain ikonik dan berbeda. Kita juga membangun fasilitas untuk komunitas di sana, ada movie deck,rooftopdan di lantai atas ada kursi yang difungsikan untuk menyapa warga lainnya,” terangnya, kini perusahaannya memiliki keuntungan tahunan mencapai Rp 100 Miliar.
Dengan rekam jejak prestasi dan karya arsitektur anak muda yang terus dikembangkan, Delution ingin melakukan perubahan tingkat global.