Follow Us

Ngalor-Ngidul Bersama Heruwa Ngebahas Skena Musik Sidestream di Jogja

Rizki Ramadan - Senin, 11 Maret 2019 | 14:50
Heruwa Shaggydog

Heruwa Shaggydog

J: Kalau dulu tuh, petanya ada kubu selatan dan utara. Selatan biasanya underground, punk, ska, grindcore. Kalau utara biasanya band-band alternatif. Kalau sekarang lebih nge-blend. Dulu mungkin studio musik jadi tempat nongkrong kayak Alamanda, dan lain-lain.

Sekarang lebih merata sih, lebih banyak tongkrongan kayak punya Farid FSTVLST (Libstud), Shaggy (Doggy House), DPMB (Wijilan), Kawasan selatan kadang bercampur juga antara musik dan seni karena dekat dengan ISI. Kalau utara biasanya dekat dengan industri karena dekat dengan pendatang (banyak kampus).

T: Soal karya musiknya apa sih yang ngebedain era Shaggy Dog dulu dengan era sekarang?

J: Karakter musiknya. Kalau band dulu tuh kuat sekali. Kayak udah menemukan jati dirinya. Kalau yang sekarang ini justru dengan adanya segala macam kemudahaan ini jadi “manja”. Cepet berubah karakternya karena terpengaruh.

Terus, masalah attitude. Attitude-nya kurang. Band itu kan tentang musikal, performance, terus attitude. Sebuah band itu harus punya attitude.

T: Band-band baru di Jogja ini ada nggak yang masuk “radar”mu? Siapa saja?

J: NDX itu keren sih. Liriknya bahasa Jawa. Menurutku dia malah nggak dibuat-buat. Dia bisanya kayak gitu, nggak di-set gitu, “Oh, nanti kita image yang akan kita tampilkan kita ini ndeso, kita set hiphop dangdut.” Nggak gitu.

Mereka nggak ngerti alat DJ tuh seperti apa. Mungkin dulu mereka tuh iseng-iseng ya. Nggak sengaja terus meledak. Gila yang nonton 30.000 di Jepara. Kamu liat jadwalnya tuh gila. Ya itu konten lokal, lokal Jogja. Lalu band kayak Frau, Senyawa, Zoo, Rabu, Sisir Tanah, mungkin bisa jadi pungawa sidestream baru.

Apa tipsmu untuk komunitas musik sidestream untuk menciptakan pasar? Banyak-banyaklah kamu untuk networking. Tidak perlu bikin satu perkumpulan dengan nama paguyuban apa gitu sih. Cuman ya harus sering mengenalkan musikmu. Jangan takut, jangan malu bertanya, mengenalkan diri. Ada musisi siapa, datengin aja.

Manfaatkan sosmed untuk ngumpulin komunitas. Kalau musik kamu bagus, akan menjual dengan sendirinya kok. Ini terjadi di proyekku, Dub Youth. Nggak ada promo bisa dikenal. Kalau zaman dulu itu ada MySpace, terus di-download-in aja.

Nah, disitu aku percaya bahwa kekuatan sebuah lagu. Terbuktilah, aku sampai Berlin, gara-gara awalnya upload musik ke MySpace dulu. Nah, ini bisa jadi salah satu cara untuk penyebaran musik. Terus jangan segan bikin CD sample, untuk nyebarin secara gratis juga. Nikmatin aja prosesnya. (*)

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest