Follow Us

8 Poin Capaian Perjuangan dari Sisi Penyintas dalam Kasus Pemerkosaan Mahasiswi UGM

Bayu Galih Permana - Kamis, 07 Februari 2019 | 15:00
Kuasa Hhkum Catur Udi Handayani (jilbab merah), Suharti (Direktur Rifka Annisa, pendamping penyintas), Sukiratnasari (kuasa hukum, mengenakan baju putih) dan Afif Amrullah (kuasa hukum) saat jumpa pers di kantor Rifka Annisa terkait penyelesaian dugaan pelecehan seksual di KKN UGM.
Kompas.com / Wijaya Kusuma

Kuasa Hhkum Catur Udi Handayani (jilbab merah), Suharti (Direktur Rifka Annisa, pendamping penyintas), Sukiratnasari (kuasa hukum, mengenakan baju putih) dan Afif Amrullah (kuasa hukum) saat jumpa pers di kantor Rifka Annisa terkait penyelesaian dugaan pelecehan seksual di KKN UGM.

HAI-Online.com - Pada Senin lalu (4/2), Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) Panut Mulyono mengatakan bahwa kasus pemerkosaan yang menimpa AN telah berakhir damai setelah kedua belah pihak menandatangani kesepakatan.

"Penandatanganan dilakukan oleh AN, HS, dan saya selaku Rektor UGM persis jelang sore tadi. HS juga menyatakan menyesal, merasa bersalah, dan memohon maaf atas perkara yang terjadi pada Juni 2017 ke AN," terang Panut seperti yang dikutip HAI dari Tribun Jogja.

Menanggapi pemberitaan di berbagai media yang mengatakan bahwa kasus itu berakhir damai, pihak kuasa hukum AN pun menolak penggunaan kata 'damai'.

"Kami sangat keberatan, menolak, dan terganggu dengan penggunaan diksi 'damai' di berbagai media massa, sebab hal tersebut menjadi pemicu anggapan bahwa AN menyerah dengan perjuangannya," terang kuasa hukum dari penyintas.

Baca Juga : Viral: Ditilang Polisi, Cowok Ini Malah Ngamuk dan Hancurkan Motornya

Keputusan untuk menyelesaikan kasus ini dengan jalur non-litigasi sendiri diambil karena dinilai menjadi solusi yang lebih mampu menjamin pemulihan hak-hak AN, sekaligus mencegah potensi terjadinya kriminalisasi terhadap penyintas.

Lebih lanjut, kuasa hukum AN menjelaskan bahwa pihaknya telah berhasil mendapatkan beberapa poin capaian perjuangan dari sisi penyintas dalam kasus ini, di antaranya:

  1. Penyelesaian non litigasi ini menjadi solusi yang lebih mampu menjamin pemulihan hak-hak penyintas dan mencegah terjadinya tendensi kriminalisasi terhadap AN maupun jurnalis Balairung Press;
  1. Draft kesepakatan penyelesaian mengacu pada Laporan Polisi Nomor LP/764/ XII/2018/SPKT tertanggal 9 Desember 2018 dimana di dalamnya terdapat posisi HS, AN dan dugaan tindak pidana yang dilaporkan yaitu pemerkosaan dan pencabulan;
  1. Permintaan maaf telah dinyatakan HS kepada AN dengan disaksikan oleh Rektorat UGM. HS juga diharuskan mengikuti mandatory counselling agar terjadi perubahan perilaku, sementara kelulusan HS akan ditunda hingga psikolog klinis menyatakan HS tuntas melakukan konseling;
  1. Hak- hak AN sebagai penyintas dengan jelas dijamin pelaksanaannya dalam kesepakatan;
  1. Adanya klausul perbaikan sistem mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang lebih jelas definisi, tahapan penanganan dan sanksi terhadap pelaku serta penanganan dan pemulihan hak-hak penyintas terjadi di UGM agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang lagi dalam kesepakatan penyelesaian;
  1. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik juga telah melakukan penyusunan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tingkat Fakultas, sembari mengupayakan penyelesaian terhadap kasus-kasus yang terjadi sebelumnya;
  1. Membangkitkan kepedulian, dukungan, dan gerakan dari masyarakat untuk mendorong penyelesaian kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan yang kerap tidak tuntas dan mengabaikan pemenuhan hak-hak penyintas.
  1. Pihak UGM wajib memberikan dukungan dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian studi setara dengan komponen dalam beasiswa BIDIK MISI (UKT dan Biaya Hidup) kepada AN.
Kalau menurut kalian sendiri gimana nih sob? Apakah keputusan untuk menyelesaikan kasus pemerkosaan yang dialami AN lewat jalur non-litigasi terbilang tepat? (*)

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest