HAI-Online.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan PBB untuk Anak-anak (UNICEF) mendesak agar Indonesia kembali membuka dan melanjutkan pembelajaran tatap muka di seluruh sekolah di tanah air sesegera mungkin.
Di Indonesia sendiri,sekolah tatap muka masih dilakukan secara terbatas di daerah level 2 dan 3. Selain itu, padaPTM Terbatas ini, kapasitas maksimal siswa yang datang juga dibatasi hanya 50 persen.
Meski begitu, WHO merekomendasikan agar sekolah tetap dibuka kembali, bahkandi daerah dengan tingkat Covid-19 yang tinggi.
Baca Juga: Jelang Ujian Nasional Kasus Covid-19 Melonjak, Singapura Terpaksa Tutup Sekolah Tatap Muka
Rekomendasi tersebut keluar setelah selama 18 bulan sekolah di Indonesia memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Di sisi lain, pembukaan sekolah harus dilakukan secara aman mengingat adanya penularan varian delta yang tinggi.
Sekolah offline harus dilakukan dengan langkah-langkah untuk meminimalkan virus, seperti menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat di antaranya menjaga jarak fisik setidaknya satu meter, dan mencuci tangan dengan sabun secara teratur.
“Jadi, penting bahwa ketika kami membuka sekolah, kami juga mengendalikan penularan di komunitas-komunitas itu,” ujar Dr Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam keterangan tertulis sebagaimana disampaikan dalam laman resmi WHO, 16 September 2021.
Baca Juga: Ngintip Pembelajaran Tatap Muka di SPH Kemang Village, Baru Kelas 11 dan 12 Aja yang Boleh
Dampak penutupan sekolah
WHO juga menyebut dengan protokol keamanan yang ketat, sekolah dapat menjadi lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak daripada di luar sekolah.
Dalam keterangannya, WHO juga menyampaikan, penutupan sekolah berdampak nggak hanya pada pembelajaran siswa. Tetapi juga pada kesehatan dan kesejahteraan di tahap perkembangan kritis anak yang dapat menimbulkan efek jangka panjang.
Selain itu, anak-anak yang nggak bersekolah juga menghadapi risiko eksploitasi tambahan termasuk kekerasan fisik, emosional dan seksual. Dalam keterangan tersebut, WHO maupun UNICEF juga menyoroti peningkatan pernikahan anak, dan kekerasan anak yang menunjukkan tingkat mengkhawatirkan.
Peradilan agama mencatat kenaikan tiga kali lipat permintaan dispensasi perkawinan, dari 23.126 pada 2019 menjadi 64.211 pada 2020.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 dan Sekolah Online Bikin Siswa Indonesia Jarang Belajar
Prioritas utama program pembukaan sekolah
Sementara itu, perwakilan UNICEF Debora Comini menyampaikan, sekolah bagi anak-anak lebih dari sekedar ruang kelas. Sekolah memberikan pembelajaran, persahabatan, keamanan dan lingkungan yang sehat.
Menurutnya, semakin lama anak-anak nggak bersekolah, maka mereka tak lagi mendapatkan hal tersebut.
“Ketika pembatasan Covid-19 dilonggarkan, kita harus memprioritaskan pembukaan kembali sekolah yang aman sehingga jutaan siswa nggak menderita kerusakan seumur hidup pada pembelajaran dan potensi mereka,” kata dia.
Ia mengingatkan, ketika pembukaan sekolah dilakukan, maka sekolah harus memberikan respons pemulihan yang tepat guna meminimalkan dampak penutupan sekolah jangka panjang pada kehidupan anak-anak yang terjadi selama ini.
UNICEF menyerukan mengenai tiga prioritas utama yang harus dilakukan sekolah terkait pemulihan tersebut, yakni:
- Program yang ditargetkan untuk membawa semua anak dan remaja kembali ke sekolah dengan aman di mana mereka dapat mengakses layanan untuk memenuhi pembelajaran individu, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lainnya.
- Membuat rencana penyegaran kembali pembelajaran atau remedial untuk membantu siswa mengejar pembelajaran yang hilang sambil tetap melanjutkan materi akademik baru.
- Dukungan bagi guru untuk mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital.
Survei sekolah daring
UNICEF juga menyoroti, pada masa anak-anak nggak bersekolah dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) diberlakukan, banyak anak menghadapi kendala dalam pendidikannya.
Sebuah survei yang dilakukan pada kuartal 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten menunjukkan bahwa lebih dari setengah (57,3 persen) kendala internet yang memadai sulit didapatkan.
Selain itu sekitar seperempat orang tua menyebut mereka kekurangan waktu dan kapasitas untuk mendukung anak-anak melakukan PJJ. Sementara hampir tiga dari empat mengaku khawatir ketinggalan pembelajaran.
Baca Juga: Inilah 5 Rekomendasi Olahraga dan Games yang Cocok Lo Mainin Saat PTM
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat WHO dan UNICEF Desak Indonesia Segera Gelar Sekolah Tatap Muka..."