Alya menyebutkan, semangat juang kemerdekaan RI membawa rasa nasionalisme yang kuat untuk semua peserta upacara. Tangis haru yang pecah bukan karena sedih dengan kondisi alam yang nggak bersahabat, melainkan tangisan kemenangan.
“Kami bangga bisa melaksanakan tugas dengan lancar. Hujan, gerimis atau becek berlumpur bukan halangan untuk kami mengibarkan bendera kebangsaan Indonesia dari pedalaman Kutai Kartanegara,” katanya.
Sementara itu, Camat Sebulu, Pak Mochfizar mengapresiasi semangat pasukan pengibar bendera. Dia mengaku bangga, lantaran semangat juang anak-anak Kecamatan sebulu nggak kalah dengan Paskibra di istana negara.
“Ini semangat NKRI, memang anak-anak sudah kita persiapkan dengan matang. Fokus pengibaran bendera ini merupakan tugas dan amana bela negara. Mereka menjalankannya dengan semangat nasionalis tanpa mempedulikan rintangan hujan dan becek,” katanya kepada Kompas.com.
Menurut dia, kondisi lapangan yang becek dan berlumpur adalah faktor alam yang tidak bisa dihindari. Lapangan Kuning sejatinya adalah lapangan sepak bola yang berumput. Namun di sisi luar dekat tiang bendera, tidak ditumbuhi rumput. Sehingga jika hujan, tanah liatnya akan berlumpur.
“Itu lapangan bola. Pasti ada rumputnya, tapi di sisi agak luar memang rumputnya tidak tumbuh, dan itu tanahnya liat. Tapi tidak apa-apa, momen pengibaran bendera kemarin sangat membanggakan,” pungkasnya bangga.