Well, sebagai musisi independen, band yang dihuni sama Adri Dwitomo (vokalis), Chandra Erin (gitaris/backing vocal), Putra Pra Ramadhan (drummer), Machdis Arie (basis), dan Fabian Azami (gitaris) ini emang harus punya cara tersendiri biar bandnya tetep bisa jalan. Atau kata lainnya, bertahan hidup.
Soalnya, berbeda dengan musisi yang bernaung di bawah label, musisi independen kayak Sunrise tentu harus mencari modal sendiri buat bikin video klip, atau memenuhi kebutuhan lainnya.
Kayak ini, nih contohnya.
“Kendala-kendalanya ya, misalnya kayak nyari sponsor, itu kita sendiri. Bikin video klip itu juga harus sendiri, dan kayak harus lebih sabar nunggu dulu, dari uang manggung, haha” aku Chandra waktu main ke markas HAI pada Februari silam.
Sadar kalo uang dari hasil ngeband nggak bisa segitunya nafkahin semua kebutuhan mereka di Sunrise, Adri cs ternyata juga punya side job. Nah, hal inilah yang kemudian diklaim sama Adri, menjadi pembeda antara Sunrise dengan band-band lain yang udah tajir lantaran ikut jalur yang lebih gampang.
“Kita, kan, sidestream. Jadi yang pasti, kita mementingkan band ini supaya suaranya tetep berjalan, dan tetep nyampe ke fans-fans kita. Aside from that, we’re not making that much money. Realistis aja. Jadi, kita pasti punya side job. Kita punya kehidupan lain, untuk ngedapetin yang lain, tapi akhirnya tetep kita pake buat jalanin Sunrise ini juga,” jelas Adri yang kedua tangannya dirajah ini.
Adri ngelanjutin, menurut dia kalo Sunrise sampe masuk label, band itu bakalan cuma jadi produk yang dinilai dari segi potensi menghasilkan uang atau nggak. Ya, kalo seandainya nggak bisa mendulang profit, maka label tersebut bakal nyari yang lain, atau nyuruh band tersebut ganti konsep.
Makanya, ketika Sunrise mutusin buat nggak terikat label, Sunrise jelas bisa bikin apa yang mereka pengen bikin. Dan semua kepala yang tergabung dalam satu brand Sunrise tadi bisa sama-sama ngasih andil. Toh, di luar itu, Sunrise juga punya bisnis, kok! Pastinya ada kemungkinan, bisnis yang dijalanin ini bisa mendulang profit yang terus bisa support band mereka ke depan.
“Masing-masing label itu beda, tergantung mereka nge-treat artisnya kayak gimana. Tapi yang gue tau, kalo kita nggak ngehasilin uang, kita bisa di-cut. Bisnis kita kalo dibandingin sama bisnis label itu beda. Bisnis kita itu, merch store, jualan merch buat band kita sendiri, yang hasil akhirnya buat band ini juga. Kalo label kan, profitnya buat kesejahteraan label, haha,” jelas Adri lugas.
Lanjut kalo ngomongin profit, pada akhirnya Sunrise tetep percaya dan yakin kalo masalah duit dan ketenaran, itu bakal ngikut sendirinya. Yang terpenting, Sunrise tetep konsisten berkarya. Lagian, cara mereka bergerilya berhasil juga tuh. Mereka udah pernah ngelilingin banyak kota, termasuk Tangerang, Cikarang, Karawang, Depok, Purwokerto, dan berbagai kota lainnya di Indonesia.
“Ya, jalanin aja sesuai passion. Hasil akhir itu bonus. Hasil itu kan didapat dari proses, kalo prosesnya bagus, ya hasilnya pasti bagus. Yang penting, bikin yang kita suka, kita nyaman, dan efek positif dari apa yang kita bikin, bisa kita bagi-bagi ke orang,” imbuh Putra (rada) bijak.
Satu hal lagi yang ditambahin Chandra (dan bisa kita jadiin inspirasi): “Rockstar yang sebenernya itu bukan rockstar yang ngelakuin apa yang dipengen pendengar. Tapi rockstar itu ketika pendengar suka apa yang kita lakuin.”
Mantap! Semangat buat jadi rockstar, bro!