Tak ada suporter yang beredar di lingkup stadion atau fanfest, yang tak menggenggam alat tiup mirip terompet yang disebut vuvuzela dan kuduzela tersebut. Nama terakhir diambil dari bahan pembuat vuvuzela yang seperti tanduk kijang.Asal tahu saja, untuk mengoperasikan vuvuzela atau kuduzela harus punya teknik tersendiri. Perlu teknik tersendiri agar lengkingan alat tiup itu bisa seperi klakson truk tronton ataupun bak klakson kereta api.
Saya sendiri penasaran ingin mencoba barang baru tersebut. Cukup dengan 69 Rand atau sekitar Rp 90 ribu, saya dan banyak suporter sudah bisa memiliki vuvuzela kelas bawah, artinya dengan kadar suara yang tak terlalu melengking. Namun jangan salah, begitu saya sudah mendapat "touch" dalam meniup, seisi gedung bisa terganggu telinganya. Seperti saat saya beli di Menlyn Mall, karena penasaran langsung saya ingin belajar bagaimana cara meniup yang benar.
Ternyata vuvuzela itu tak sekedar hanya ditiup saja, melainkan punya ciri khusus agar suara nyaringnya keluar maksimal. Bibir saya harus menempel tepat di antara lubang kecil tempat kita biasa meniup terompet, setelah itu saya harus 'membrebetkan' bibir, gerakan seperti bibir dower, agar bisa mengeluarkan suara tinggi. Dan setelah berhasil, suaranya bisa menggema ke semua sudut mall!. Itu terbukti saat petugas keamanan yang datang pada saya, karena saya terus membrebetkan bibir ke vuvuzela, mendapat laporan dari konter Vodashop, yang notabene ada di lantai dua (tingkat ketiga) dari Menlyn Mall!. Jadi Anda bisa bayangkan jika saya meniup vuvuzela itu di kantor atau mall, atau mungkin di jalan raya. Bisa-bisa saya dipukul atau mendapat sumpah serapah dari orang di sekeliling saya.
Alat yang sebenarnya khas suporter rugby ini menjadi melegenda, karena dianggap mampu merusak konsentrasi pemain, terutama dalam menjalin komunikasi antarpemain dengan suara. Jika Anda mencermati dua pertandingan kemarin, dengungan luar biasa vuvuzela atau kuduzela, sampai membuat Carlos Alberto Parreira, Javier Aguirre, Raymond Domenech dan Oscar Tabarez haru memanggil pemain mendekat untuk memberikan arahan, padahal mereka biasanya cukup berteriak saja.Belum lagi para pemain yang harus mengeluarkan tenaga ekstra saat berkomunikasi dengan sesama persona tim. (Tribunnews.com/bud) Foto: Getty Images/Jung Yeon Je