HAI-Online.com - Beberapa hari lalu, Netflix gelar acara bertajuk Reflections of Me, sebagai bentuk merayakan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada Maret ini.
Digelar di The Hall Senayan City pada Kamis, 16 Maret 2023 lalu, Netflix hadirkan pembicara ternama seperti Anupama Chopra, Eirene Tran Donohue, Kamila Andini, Manatsanun ‘Donut’ Phanlerdwongsakul, dan Marla Archeta.
Selain bahas soal representasi di layar serta pengaruh positif keterlibatan perempuan di industri kreatif Asia Tenggara, mereka juga paparkan tantangan ketika mengangkat beragam karakter perempuan yang autentik.
Baca Juga: Begini Cara Joko Anwar Agar Filmnya Bisa Diterima Warga Lokal dan Internasional
Bagi Kamila Andini, perempuan selalu dihadapkan dengan ekspektasi yang besar, entah menjadi ibu atau istri yang sempurna, menjalani hidup sesuai dengan harapan orang disekelilingnya, atau jadi figur yang diinginkan orang lain.
“Selalu ada ekspektasi yang besar terhadap perempuan. Namun saya paham betapa sulitnya untuk mencoba menjadi diri yang berani membuat pilihan untuk kita sendiri. Itu mengapa karakter-karakter saya tidak pernah sekadar hitam dan putih, mereka punya kelemahan tapi juga kekuatan,” kata Kamila Andini.
Eirene Tran Donohue juga menambahkan, “Perlu memberi ruang bagi berbagai kompleksitas yang ada di diri perempuan untuk menghadirkan beragam sisi pada saat yang bersamaan.”
Selain itu, menurut Manatsanun ‘Donut’ Phanlerdwongsakul kini banyak pintu yang terbuka bagi karakter perempuan Asia.
“Contohnya, ketika saya menonton film atau serial yang menampilkan perempuan Asia, karakter yang tampil adalah ibu konservatif atau anak perempuan yang memberontak kepada keluarganya. Produser dan penulis punya peran menghasilkan karakter yang lebih beragam, bukan hanya stereotipe,” ungkapnya.
Baca Juga: Film Before, Now & Then Karya Kamila Andini Masuk Film Movement di Amerika Utara
Marla Ancheta juga menimpali bahwa kini makin banyak sorotan yang ditujukan pada keberhasilan perempuan plus para kreator perempuan juga menghadapi tantangan baru ketika menghasilkan karya.
“Akan ada lebih banyak ekspektasi, terutama bagi para kreator. Kita ditantang untuk menghasilkan konten yang lebih baik lagi dan bersikap lebih mawas diri tentang bias dari pihak lain sehingga dapat merepresentasikan budaya kita dengan lebih baik,” pungkasnya. (*)