HAI-Online.com - Beberapa hari terakhir dunia maya dipenuhi foto mata korban tragedi Kanjuruhan yang memerah dan tak kunjung hilang, menanggapi kasus tersebut, Dosen FK UM Surabaya, Rini Kusumawardhany buka suara.
Dokter spesialis mata ini mengungkapkan, gas air mata terdiri dari beragam bahan kimia, seperti Chloroacetophenone (CN), Chlorobenzylidenemalononitrile (CS), Chloropicrin (PS), Nromobenzylcyanide (CA), dan Dibenzoxazepine (CR).
Meski sering disebut gas air mata, senyawa aktif ini sebenarnya bukan gas air mata, melainkan benda padat.
Bahan gas air mata CS bentuknya aerosol sebagai mikropartikel mikroenkapsulasi 3 - 10 m dalam aerosol.
“Kontak sama gas air mata bisa bikin iritasi di sistem pernapasan, mata, dan kulit. Rasa sakit terjadi karena bahan kimia di gas air mata mengikat salah satu dari dua reseptor rasa sakit yang disebut TRPA1 dan TRPV1,” ujar Rini dilansir dari laman UM Surabaya, Minggu (17/10/2022).
Rini menjelaskan, TRPA1 yakni reseptor rasa sakit yang sama dengan target capsaicin dalam semprotan merica.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan Jadi Bukti Lemahnya Budaya K3 di Indonesia?
Penggunaan campuran bahan kimia harus dengan konsentrasi serendah mungkin.
Hal ini seperti di kasus trauma kimia mata asam atau basa, di mana konsentrasi pH sangat memengaruhi tingkat keparahan gejala, prognosis, dan komplikasinya.
Ia juga menyebut ada beberapa dampak gas air mata, seperti iritasi kimia yang diperkirakan menyebabkan lakriminasi atau mata berair, blefarospasme yakni sulit membuka mata, nyeri superfisial seperti sensasi terbakar pada mata, reaksi alergi dermatitis kontak pada mata, dan pandangan kabur.
“Paparan jangka panjang atau paparan jarak dekat gas air mata menyebabkan kebutaan karena kerusakan saraf mata (traumatik optik neuropati), pendarahan (subkonjuntival bleeding), katarak (katarak traumatika), erosi kornea, dan Khemosis (pembengkakan selaput bening mata),” terangnya.
Ia menjelaskan, penanganan pertama mata terkena gas air mata yakni harus dihilangkan paparan bahan kimianya terlebih dahulu.