HAI-Online.com - Akhir Juli lalu, cuitan dari akun media sosial Twiiter Roy Suryo @KRMTRoySuryo2 sempat membuat heboh lantaran ia mengunggah meme stupa Candi Borobudur yang diedit menjadi wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Melansir dari Kompas.com, atas kasus tersebut, pakar telematika sekaligus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu dijerat pasal ujaran kebencian bernuansa SARA sampai penistaan agama.
Kasus ini juga menuai beragam macam respon dari masyarakat, salah satunya Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair), Dr. Suko Widodo Drs. M. Si..
Ia menilai kalau tindakan yang dilakukan Roy Suryo kurang etis. Menurutnya, perilaku mengekspresikan pikiran dan perasaan lewat teknollogi komunikasi dapat berdampak pada potensi pelanggaran etika komunikasi.
“Acapkali kebebasan berekspresi itu melebihi batas,” ucap Suko dikutip dari laman Unair.
Beliau menyebut dalam berkehidupan juda ada yang namanya norma sosial.
Baca Juga: Bongkar Ritual Ariel Sebelum Manggung, Crew NOAH: Dia Teliti!
“Saya melihatnya sebagai (pesan, Red) yang merusak marwah orang maupun tempat suci. Kan Borobudur tempat suci. Cara kritik atau pesan yang disampaikan juga nggak elok sesuai dengan etika,” lanjut Suko.
Suko menungkapkan, dalam penggunaan meme seperti kasus meme stupa yang dibuat Roy Suryo juga punya batasan candaan.
Ia menyebut kalau dalam melakukan candaan meme, perlu melihat candaan yang dapat dinikmati oleh kalangan tertentu, dan mana candaan yang dapat dinikmati ruang publik.
“Seringkali banyak yang nggak ngeliat batasan itu. Dan, itu [meme sebagai candaan] harus ada pertanggungjawabannya,” tegasnya.
Suko menyebut cara berekspresi masyarakat Indonesia di sosial media termasuk dalam negara nggak sopan di dunia.