HAI-ONLINE.COM - Selepas menjalanai rehabilitasi, Ardhito Pramono merilis lagu baru yang berbeda dari biasanya, berjudul "Wijayakusuma" dengan gaya indonesiana.
Lagu "Wijayakusuma" dari Ardhito Pramono dirilis lewat label rekaman Aksara Records, yang kembali aktif setelah hampir 13 tahun nggak beroperasi.
Lagu ini diproduseri oleh Gusti Irwan Wibowo dan ditulis bersama Narpati ‘Oomleo’ Awangga.
Kisah penciptaan lagu ini menarik, awalnya Ardhito mulai menciptakan “Wijayakusuma” sejak awal 2021, ketika ia menjadi saksi penggusuran kawasan asri di Canggu, Bali, demi villa yang akan dibangun oleh warga negara asing.
Ardhito ingin mengritik peristiwa tersebut lewat sebuah lagu, sebelum Oomleo membalas kritik Ardhito sebab karya-karyanya yang minim sentuhan Indonesia.
Ardhito pun menggeser perspektif idenya dan melahirkan “Wijayakusuma”, tembang pop Indonesiana dua babak bercerita seputar eksistensial diri.
“Banyak kecemasan gue akan ... ‘guna gue apa, ya? Gue musisi, main film, penyiar juga. Terus apa?’ Malah jadi mempertanyakan fungsi diri gue. Gue cerita banyak ke Oomleo, untuk itu akhirnya gue sertakan dalam lirik,” jelas Ardhito tentang bagian awal “Wijayakusuma”.
Lagu "Wijayakusuma" oleh Ardhito Pramono diramaikan oleh komposisi gamelan dan nyanyian sinden dari Peni Candra Rini, pelaku macapat asli Solo.
Baca Juga: Tampil di Prambanan Jazz 2022, Ardhito Pramono: It's Good to Be Back, Everybody!
“Awalnya lagu ini tidak bisa gue rekam karena gue tidak tahu cara menyanyikannya,” ungkap Ardhito mengenai kesulitan membuat “Wijayakusuma”.
“Di-take pertama, Oomleo merasa gue tidak nyaman dan terengah-engah. Jadi yang sudah dalam versi lagunya, itu setelah melalui take ke-100 sekian.”
Ia pun mengaplikasikan metode satu kali rekam, demi menuai esensi olah vokal yang maksimal dalam situasi terbatas, selayaknya periode rekaman menggunakan pita.
“Gue memang mencoba balik ke zaman dulu untuk proses A sampai Z-nya,” kata Ardhito.
“Meski sudah banyak teknologi yang mendukung, metode yang gue gunakan masih bersemangat lawas. Meski sudah tersedia jasa orkestrasi yang lebih praktikal di Budapest, gue lebih memilih untuk merekamnya di Indonesia, dengan pemain-pemain dari Indonesia, dan beberapa alat rekamnya pun asli dari Indonesia.”