HAI-Online.com - Kembali terulang, kebocoran data pribadi pengguna akun facebook tersebar di internet.
Ada lebih dari 533 juta pengguna Facebook dari 106 negara dilaporkan telah bocor dan rentan disalahgunakan pengguna internet lainnya.
Dari KompasTechno, dikutip HAI pada Minggu (4/4/2021), pengguna Facebook yang paling banyak terdampak kebocoran ini berasal dari negara Mesir (44,8 juta), Tunisia (39,5 juta), Italia (35,6 juta), dan Amerika Serikat (32,3 juta).
Baca Juga: Hasil Pekan Keenam Hari ke-2 MPL Season 7, Genflix Aerowolf Winstreak
Sejumlah pengguna Facebook asal Indonesia juga nggak luput dari kejadian tersebut dimana lebih dari 130 ribu pengguna menjadi korban dari kebocoran data ini.
Data pribadi yang bocor meliputi informasi nama lengkap, nomor telepon, lokasi, tanggal lahir, ID Facebook, gender, pekerjaan, asal negara, status pernikahan, hingga alamat e-mail.
Ratusan data pengguna ini disebarkan oleh seorang pengguna di forum peretas amatir secara gratis baru-baru ini. Hal ini membuat ratusan juta data tersebut tersedia secara luas bagi siapapun yang mengaksesnya.
Facebook sendiri melalui juru bicaranya telah mengonfirmasi kebocoran data ini.
Menurut juru bicara Facebook, ratusan juta data pengguna ini bocor karena adanya kerentanan keamanan yang dialami Facebook. Kerentanan ini sendiri sudah ditambal pada 2019 lalu.
Kendati kebocoran data sudah terjadi dua tahun yang lalu, masih ada ancaman kejahatan siber yang mengintai para pengguna Facebook yang jadi korban kebocoran data ini.
Begitulah menurut Chief Technology Officer (CTO) dari firma intelije kejahatan siber Hudson Rock, Alon Gal, yang juga orang pertama yang menemukan kebocoran data ini di internet pada Januari lalu.
Baca Juga: Penyebab The Falcon and The Winter Soldier Episode Ketiga Heboh dan Banyak Spoilernya!
Gal mengatakan, informasi pribadi yang bocor dapat memberikan informasi berbagai bagi para penjahat siber.
Informasi ini dapat digunakan untuk melakukan penyamaran bahkan penipuan atas nama korban kebocoran data ini.
"Basis data berisi informasi pribadi sebesar itu pasti akan dimanfaatkan cybercriminal untuk melakukan serangan rekayasa sosial atau upaya peretasan," kata Gal. (*)