Follow Us

Mengenal Lebih Dekat Profil Jakob Oetama, Dari Guru SMP Sampai Jadi Toko Pers Indonesia

Annisa Putri Salsabila - Rabu, 09 September 2020 | 18:00
Foto masa muda Jakob Oetama bersama rekannya
kompas.com

Foto masa muda Jakob Oetama bersama rekannya

Kemudian, Jakob menemui Pastor JW Oudejans OFM, pemimpin umum di mingguan Penabur.

Saat itulah Oudejans menasihatinya kalo guru udah banyak tapi nggak dengan wartawan.

Dengan percaya diri, akhirnya ia memustukan untuk fokus menggeluti dunia jurnalistik. Pada April 1961, PK Ojong mengajak Jakob untuk mendirikan sebuah majalah.

Majalah tersebut diberi nama Intisari mengenai perkembangan dunia ilmu pengetahuan. Majalah Intisari didirikan Jakob bersama rekannya PK Ojong Bersama J. Adisubrata dan Irawati SH.

Intisari pertama kali terbit pada 17 Agustus 1963 dan punya tujuan untuk ngasih bacaan bermutu dan membuka cakrawala masyarakat Indonesia.

Dalam penerbitannya, Intisari juga melibatkan banyak ahli di antaranya adalah ahli ekonomi Prof. Widjojo Nitisastro, penulis masalah-masalah ekonomi terkenal seperti Drs. Sanjoto Sasstromohardjo, dan sejarawan muda Nugroho Notosusanto.

Berkat pergaulan PK Ojong yang sangat luaslah Intisari berhasil terbit. Saat itu Intisari mendapatkan respon yang baik dari para pembaca hingga beroplah 11.000 eksemplar.

Saat itu, berdirinya Intisari dirasa kurang cukup. Sehingga pada tahun 1965 Jakob bersama PK Ojong mendirikan Surat Kabar Kompas.

Baca Juga: Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama Meninggal Dunia, Ajak Kita Teruskan Perjuangan!

Kala itu Indonesia sedang berada pada masa pemberontakan PKI. Kemudian didirikanlah Surat Kabar Kompas yang dimaksudkan untuk menjadi pilihan alternatif dari banyaknya media partisan yang terbentuk dari kondisi politik Indonesia pasca Pemilu 1995.

Nama Kompas diberikan langsung oleh Presiden Soekarno yang berarti penunjuk arah. Sebelumnya dipilih ‘Bentara Rakyat’ yang berarti koran itu ditujukan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat rakyat.

Moto yang dipilih pun “Amanat Penderitaan Rakyat”. Namun Presiden Soekarno saat itu kurang setuju dan mengusulkan nama “Kompas”.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest