Follow Us

Masihkan Eksekutif dan Legislatif Menjadi Problem Solving?

Hai Online - Jumat, 27 September 2019 | 14:00
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berjalan kaki sambil membawa poster saat berunjuk rasa menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/9).
ANTARA FOTO/R REKOTOMO

Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berjalan kaki sambil membawa poster saat berunjuk rasa menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/9).

Penulis: Aldilal, Universitas Hasanudin

Banyak hal yang menjadi kegelisahan dan pertanyaan saya tentang apa yang terjadi di Indonesia saat ini, dan bagaimana yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan berbagai isu dan penyebaran informasi lewat kecanggihan teknologi yang semakin hari semakin tidak memiliki batasan.

Ibu kota baru, kebakaran hutan, konflik papua, Revisi UU KPK, RUU bermasalah, menjadi topik yang sangat menarik perhatian kita saat ini.

Ironinya pemerintah dan wakil rakyat yang seharusnya menjadi problem solving untuk masyarakat seakan-akan acuh tak acuh dengan yang sedang terjadi. Sehingga menimbulkan disonansi koognitif dikalangan masyarakat tentang kinerja pemerintah ataupun wakil rakyat yang telah dipercaya oleh masyarakat untuk menjalankan tugasnya.

kita ketahui saat ini New media membuat khalayak publik sangat cepat mendapatkan pesan informasi yang sedang terjadi, seperti hal nya yang terjadi saat ini pemberitaan tentang teman-teman Mahasiswa yang sedang melakukan Aksi menolak Revisi UU KPK juga Menolak RUU yang bermasalah dan konflik yang terjadi saat aksi terhadapat aparat keamanan.

Ketika fokus media kontemporer maupun media konvensional memberitakan itu ke khalayak yang akhirnya pada khalayak bisa menimbulkan sesuatu keingintahuan atau bahkan bergerak mencari tahu apa yang sedang terjadi.

Dampak buruknya ada banyak pesan informasi yang tidak melewati proses gatekeeping sehingga bisa menimbulkan hoax di kalangan masyarakat. Ikut memaki, berkomentar tidak baik di sosial media sehingga ini memicu konflik di sosial media sendiri, selain berkomentar buruk juga dampak dari pesan informasi yang secara langsung dicerna tanpa disaring seperti yang terjadi pada adik-adik SMA-SMK kita kemarin yang ikut turun di jalan, padahal banyak dari mereka mungkin tidak paham apa yang sedang diperjuangkan. Aksi hanya karena melihat di sosial media dan ironinya ini merugikan kita semua.

Kekawatiran saya juga berlanjut ketika melihat beberapa aparat bertindak kepada pelaku aksi jauh dari kata terpuji. Slogan melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat seketika berubah menjadi pertanyaan. Melindungi, melayani, Siapa? Terlepas dari semua yang terjadi di Indonesia, semoga ini menjadi langkah dan proses dewasa kita berdemokrasi.

Semoga masyarakat Indonesia di era kecanggihan pertukaran informasi yang cepat agar berhati-hati dan sadar akan penggunaan New media baik sosial media maupun media online lainnya agar bijak dan memilah informasi yang didapatkan agar tidak lagi terjadi konflik.

Semoga juga ini bisa menjadi pekerjaan dan kesadaran pemerintah untuk Revisi UU KPK dan RUU yang bermasalah tersendiri agar mendengar asipirasi atau suara rakyat mungkin prinsip-prinsip good governance seperti akuntabel, transparan, dan partisipatif bisa dijadikan acuan agar mendorong masyarakat percaya dan mengetahui apa isi dan dampak Rancangan UU tersebut sehingga tidak terjadi polemik yang berujung menjadi konflik sesama kita NKRI.

Dan masyarakat tidak mengalami disonansi koognitif terhadap Ekskutif dan egislatif, yang seharusnya Eksekutif dan legislatif itulah menjadi penyelamat (Safety valve) dari konflik atau permasalahan yang sedang terjadi di negeri yang kita cintai ini "Indonesia".

Tulisan ini adalah bagian dari #YourVoiceMatters, User Generated Content (UGC) untuk mewadahi mahasiswa dan pelajar untuk bersuara. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest