HAI-Online.com – Pada zaman itu, pimpinan redaksi majalah HAI, Arswendo Atmowiloto punya opini soal pendidikan di Indonesia. Gagasan ‘Jeans Sebagai Seragam Sekolah” dianggap cocok buat remaja.
Bukan secara harfiah, bahwa Jeans betul-betul dipakai ke tempat belajar formal, namun seandainya filosofi jeans itu masuk dalam sistem pendidikan kita, bakal banyak sekali anak muda yang punya pemikiran beragam, kreatif, dinamis dan sekaligus ekspresif.
“Tahun pelajaran nanti, jeans resmi diperbolehkan menjadi seragam sekolah. Ini awal perubahan mendasar sistem pendidikan di Republik Indonesia — yang masih selalu terjadi "gonta-ganti" cara pendekatan.
Baca Juga : Mirip Seragam Sekolah Waktu Lulusan, Kemeja Ini Harganya Rp 18 Juta
Kenapa jeans dapat izin? Satu, karena kebanyakan remaja, SLTA terutama, telah memiliki, sehingga tak ada penambahan jatah pengeluaran baru.
Lagi pula jeans warna abu-abu bakal dikasih kemudahan untuk siswa dapatkan dengan cara dikredit. Boleh bayar dicicil, lewat Bank Jeans Sekolah yang sedang mencari nasabah.
Kedua, jeans memang cocok sekali bagi remaja. Kotor sedikit atau banyak nggak kentara. Bahannya juga awet dan memberi kesan dinamis kalo dibandingin sama bahan lain.
Ketiga, sebenarnya rada norak alasan kita menolak jeans sebagai pakaian resmi. Apalagi kini jeans bisa diproduksi dalam negeri….
Bukankah ini luar biasa? Suasana akan jauh berbeda. Jeans bukan lagi sebagai simbol preman. Melainkan seperti apa adanya. Pakaian_yang kebetulan cocok dengan kegiatan remaja.
Dengan demikian juga nggak akan dipusingkan benar apakah cewek harus memakai rok atau bercelana panjang atau berjilbab. Semuanya kembali ke tanggung jawabnya masing-masing….,”
Demikian potongan opininya yang terbit di majalah HAI tahun 1990.