Tujuan awal hak cipta waktu itu bukan semata bisnis. Kerajaan Inggris bermaksud menguasai peredaran paham di masyarakat. Dengan kata lain, fungsi hak cipta pada waktu itu juga untuk penyensoran.
"Maka terjadilah kolusi formal antara dunia bisnis dan kerajaan. Kolusi ini berlangsung lama, hingga tiba saatnya perjanjian tersebut diperpanjang," sambung dia.
Para penerbit menuntut hak lebih dengan dalih perlindungan pada penulis. Padahal otak mereka murni laba saja. Pihak kerajaan untungnya tak masuk perangkap. Mereka mengabulkan aturan yang pada akhirnya lebih menguntungkan penulis daripada penerbit.
Begitulah cikal-bakal lahirnya Statute of Anne pada 1709, yang selanjutnya jadi acuan negara lain mengundangkan hak cipta.
Baca Juga : Memahami Distorsi dan Kebisingan di Jogja Noise Bombing Festival 2019
Fungsi perlindungan dalam Hak Cipta
Di Indonesia, hak cipta merupakan salah satu cabang konsepsi hukum dalam Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia. Bagi penerima Anugerah Kebudayaan Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaru 2016 itu, dengan adanya ketentuan hak cipta, berarti negara sudah berupaya untuk melindungi kreasi dari para pelaku industri kreatif. Sayangnya, aturan tersebut jauh lebih sering diterabas daripada dipatuhi.
Padahal, menurut Candra, setiap manusia kreatif patut dihargai, diberikan perlindungan dan insentif terus menerus. Semua itu demi menjaga agar dia tetap berkarya dan karyanya bisa sampai ke masyarakat.
“Meminjam istilah pemerintah, ada green eco untuk ekonomi pertanian. Ada juga istilah blue eco untuk program ekonomi kelautan. Nah, sekarang ada pula orange eco, program untuk meningkatkan mutu ekonomi nasional di bidang industri kreatif," kata Candra Darusman.
Lebih lanjut, Candra menganalogikan hak cipta ibarat pagar suatu kebun yang luas. Di dalam kebun itu ada buah-buahan yang ranum dan manis, serta gurih, juga bermacam-macam bunga yang indah.
Dijelaskan bahwadengan adanya pagar, isi kebun akan terjaga kelestariannya. Singkat kata, orang lain nggak bisa sembarangan masuk dan memetik hasilnya, maupun menginjak-injak bunga yang sudah dirawat sedemikian apik oleh pemiliknya.
Candra Darusman mengajak pendengarnya untuk membayangkan dunia tanpa hak cipta. “Apakah buku dan lagu yang dikreasikan akan aman?” Jawabnya, sudah tentu, akan ada banyak perselisihan, orang-orang meributkan suatu karya sebagai miliknya, seraya mengklaim pihak seberang yang sudah meniru karyanya.