HAI-Online.com – Generasi milenial saat ini tergolong dalam kelompok usia yang lagi produktif-produktifnya. Generasi milenial sendiri adalah mereka yang lahir pada tahun 1981-1995, yang berartisaat iniberusia24-39 tahun.
Namun di sisi lain, generasi milenial justru diketahui rentan mengalami stres karena usia ini sangat dinamis dan sangat mengikuti perubahan.
Nah terkait hal ini, pakar kesehatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) dr. Damba Bestari, Sp.KJ menjelaskan bahwa kesehatan mental adalah saat suatu kondisi pikiran, perilaku, dan perasaan mengalami kesejahteraan atau wellbeing, sehingga jiwa dan raga dapat berfungsi dengan baik, baik secara sosial, pekerjaan, pendidikan, dan perawatan.
“Sehat secara mental bukan suatu kondisi yang seratus persen bebas stres, itu suatu hal yang tidak mungkin, namun bagaimana cara untuk menghadapi stres itu,” ujarnya dr. Dona, sapaan karibnya, dilansir dari laman resmi UNAIR, Jumat (30/7/2021).
Baca Juga: Stres Karena Pandemi Bikin Kalian Sering Lupa Hari? Ini Penyebabnya
Stresnggak selalu negatif
Meski begitu, menurutnya stres nggak selalu bersifat negatif. Sebab, stres adalah suatu kondisi yang menuntut seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap segala perubahan.
“Pernikahan dan punya anak adalah suatu hal yang menyenangkan atau positif. Tapi itu adalah suatu perubahan besar dalam hidup, jadi itu juga disebut sebagai stressor,” jelas dokter yang juga dosen di FK UNAIR.
Lebih lanjut, dr. Dona menjelaskan stres adalah hal yang sangat penting, karena dengan adanya stres seseorang bisa menghasilkan zat kortisol dan adrenalin untuk melindungi diri agar tetap produktif.
“Misal saya disuruh mengisi webinar dengan peserta yang banyak, di situ saya ada stressor sehingga saya terpicu untuk menampilkan materi dengan sebaik mungkin,” jelasnya.
Namun, saat stressor terlalu kuat, mekanisme otak akan kacau sehingga menyebabkan gangguan. Gangguan itu nggak hanya psikis atau mental tetapi juga ke masalah tubuh.
Dampak gangguan fungsi bisa setara dengan asma berat dan hepatitis B. Sementara stres atau pasca trauma setara dengan orang lumpuh.
“Kenapa kita sering mendengar untuk menjaga imunitas tubuh kita harus pintar mengelola stres, hal itu karena kortisol dapat merusak ke tingkat seluler jika diproduksi secara berlebihan,” jelasnya.
Meskipun generasi milenial adalah generasi yang rentan stres, tapi mereka memiliki fleksibilitas yang masih baik, sehingga itu menjadi daya tahan mereka terhadap stres.
Hindari self diagnosis!
Selain itu menurutnya, dengan semakin banyaknya konten media sosial yang membahas kesehatan mental, hal itu dapat meningkatkan kesadaran mereka terhadap kesehatan mental.
Sayangnya, hal tersebut juga bisa menjadi bumerang bagi mereka. Karena semakin tinggi kesadaran akan kesehatan mental, banyak generasi milenial yang melakukan diagnosis sendiri (self diagnosis) sehingga dapat menyebabkan Cyberchondriasis atau khawatir berlebihan terhadap suatu penyakit karena mencari info kesehatan melalui internet, bukan langsung datang ke profesional.
“Meskipun saya psikiater, tapi saya tidak mendiagnosis diri sendiri, jadi harus melalui konfirmasi orang lain, karena ada yang namanya distorsi kognitif atau unsur emosional yang cenderung melebihkan atau mengurangi gejala,” ungkapnya.
Karenanya, ia menegaskan bahwauntukdatang ke profesional seperti psikiater atau psikolognggak harus saat sakit. Sah-sah aja jika kalian hanya ingin mengobrol atau curhat.
Baca Juga: Pengen Awet Muda? Hindari 5 Kebiasaan Ini Biar Nggak Cepet Tua
Selain profesional, ada orang lain yang dapat membantu seperti keluarga, teman, dan support group.
“Kalau pada saat darurat tengah malam, Anda bingung cerita ke siapa, sekarang ada banyak platform kesehatan mental yang tersedia 24 jam, Anda bisa memanfaatkan itu,” pungkas dia. (*)