Cerita Para Cewek yang Pernah Jadi Staf Khusus Menteri: Bisa Lebih Sibuk dari Menterinya!

Selasa, 04 Agustus 2020 | 11:00
Dok. Fika Fawzi

Fika Fawzi bersama Susi Pudjiastuti

HAI-ONLINE.COM - Demi kebaikan negara, ada banyak banget hal yang mesti tangani seorang menteri. Dari pagi sampai malam, urusannya nggak pernah surut.

Kalau selama ini yang biasa terlihat di televisi dan media lainnya, tuh cuma cerita para menterinya, sekarang kita kenalan yuk sama mereka yang ada di balik layar yang bikin kesibukan para menteri itu jadi lancar. Ya, mereka adalah profesi staf khusus menteri.

Fika Fawzi pernah menjadi asisten pribadi Menteri Perikanan dan Kelautan periode lalu, yakni ibu Susi Pudjiastuti.

Ia pada 2016 cerita ke HAI kalau seorang asisten pribadi tuh bahkan bisa lebih sibuk dari menterinya.

Bahkan, dia menganggap kalau kalendernya tuh kalender fotokopian. Nggak ada tanggal merahnya.

“Jam kerja saya mengikuti menteri, tapi saya harus sudah siap sebelum agenda hari itu dimulai dan selesai ketika beliau sudah istirahat di rumahnya. Namun, sampai di rumah pun saya lanjut menyiapkan bahan dan review untuk agenda besoknya. Rata-rata, saya tidur pukul 12 malam, dan bangun pukul 5 pagi. Hari libur mengikuti hari libur bu Susi, itu pun kalau nggak diminta ‘jaga kantor’,” cerita Fika kepada HAI lewat email karena saat itu dirinya sedang mendampingi kerja bu Susi ke Moskow.

Baca Juga: Masih Viral Soal Gilang Bungkus, Apakah Fetish Seseorang Bisa Dideteksi?

Job desc seorang asisten pribadi, menurut Fika, tuh mengikuti gaya dan kebijakan menterinya.

Bersama bu Susi, ia nggak cuma mengurusi agenda menteri, dan menyiapkan materi.

Fika menyebut kerjanya tuh seperti memberikan pelayanan “palugada” (apa lu mau gue ada).

“Mulai dari mengurus logistik, kucing, sampai mengurus guru zumba,” ujar cewek kelahiran 1986 ini.

Fika Fawzi bersama Susi Pudjiastuti
Di KKP, jabatan resminya adalah staf khusus menteri, setara Eselon 1b, sekaligus menjabat sebagai ketua unit kerja menteri.

Sehari-hari, sebagai asisten pribadi, Fika bekerja bersama staf khusus lainnya, yaitu ajudan, sekretaris pribadi, prokoler, bagian humas, Eselon 1, Eselon 2, dan anggota Satgas 115.

“Saya nggak kerja sendirian, melainkan berkomunikasi dan berkoordinasi intensif dengan banyak orang,” ujar lulusan SMAN 70 Jakarta ini.

Ada Yang Kerja Dari Kantor Juga

Seperti yang sudah disebut Fika, salah satu bagian lain di staf khusus menteri adalah sekretaris pribadi.

Posisi ini lebih fokus menangani segala urusan administrasi dan jadwal.

“Dari mulai surat yang masuk dari bagian Tata Usaha, telephoning, pembelian tiket pesawat dan hotel jika menteri kunjungan kerja ke luar kota atau luar negeri, sampai penjadwalan kegiatan menteri sehari-hari itu yang mengatur adalah sekretaris pribadi,” cerita Intan Nurani Inggita, yang pernah menjadi sekretaris pribadi mantan menteri pariwisata Arif Yahya.

Dari sekian banyak job desc-nya, yang paling dirasakan bobot kerjanya adalah penjadwalan kegiatan. Sekretaris Pribadi adalah time keeper menteri.

“Saya memastikan jadwal menteri sesuai skedul. Nah, biasanya kalau lagi keasikan, beliau suka lupa, saya harus siap mengingatkannya,” cerita cewek yang pernah menjadi jurnalis teve selama enam tahun ini.

Baca Juga: Obat Herbal Antivirus Corona Dokter Suradi Dijual Online Rp 120 Ribuan

Beda dengan asisten pribadi dan ajudan yang selalu ngikut kemana Menteri pergi, sekretaris pribadi fokus kerja di kantor.

“Saya masuk kantor pukul 07.30, dan pulang biasanya pukul 20.00. Tapi pulang ke rumah tuh bukan berarti kerjaan selesai, saya harus stand by jika pak Menteri butuh sesuatu,” papar Intan.

Untuk melancarkan komunikasi, para staf khusus dan menterinya bikin group di aplikasi chattingjuga, lho.

Satu hal yang perlu kamu tahu, menjadi staf khusus pejabat penting itu menuntut kita untuk punya kompetensi super. Modal utamanya, sih, menurut Fika, ada dua.

“Pekerjaan ini tuh currency-nya adalah trust dan reliability.

Seru kan?

Intan Nurani, sekretaris pribadi mantan Menteri Pariwisata Arif Yahya Foto by : doc. Intan Nurani
Kompetensi

  • Berwawasan luas

  • Cekatan

  • Daya tahan kerjanya panjang (baik mental maupun fisik)

  • Bisa dipercaya

  • Well organized

Menantang Tapi Seru!

Fika berpendapat, profesi ini, tuh, tekananannya luar biasa.

Katanya, “Aspri itu harus selalu alert dan cepat adaptasi, bisa mikir dan ambil keputusan cepat, harus bisa komunikasi ke atas dan ke bawah dengan baik.

Apalagi bu Susi orangnya perfeksionis dan mau segala hal dikerjakan sudah selesai dari kemarin meskipun ngomongnya baru hari ini.”

Sementara menurut Intan, tantangan lainnya adalah bahwa dirinya harus bener-bener teliti dan banyak tahu. “Kerjanya harus zero mistake.

Selain itu saya juga harus responsif sama tiap pertanyaan pak Menteri, harus bisa jawab juga, jadi harus banyak tahu,” jelasnya.

Seakrab Apa dengan Menteri?

Kalau asisten pribadi kayak Fika sih nggak usah ditanya lagi deh, dia dan bu Susi tuh akrab banget. “Dari bicara politik, bisnis, keluarga dan hal-hal random lainnya,” paparnya.

Nah, kalau yang kita tahu, menteri itu selalu serius dan kaku pembawaannya, tapi kalau bersama para staf khususnya, mereka suka becanda juga lho.

“Kalau lagi di ruangan, pak Menteri suka becanda juga, kami ngobrolin berita terkini juga, bahkan, saking belum pernahnya saya foto sama beliau, malah dia yang heran ‘kok kamu nggak pernah foto sama saya sih?,” cerita Intan.

Pendidikan

Nggak ada pendidikan khusus untuk menjadi staf khusus menteri. Fika adalah lulusan Hukum di Universitas Indonesia dan lanjut S2 jurusan Public Policy di Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, sementara Intan lulusan diploma Kesekretariatan dan Komunikasi di Universitas Kristen Satya Wacana.

Kalau mau jadi staf khusus, menurut Fika, kuncinya adalah, “Kerjakan yang terbaik saja di manapun kamu berada.”

Proses Seleksi:

Baik Fika maupun Intan bisa menjadi staf khusus menteri ini tanpa melamar. Ada bagian yang memantau kinerja lalu merekomendasikannya.

Fika contohnya, ia mengaku kalau sebelumnya pun nggak kenal sama Bu Susi, hanya pernah bertemu sekali.

“Suatu malam bu Susi menelpon. ‘Kata Pak Kuntoro, kamu mau bantu saya? Kalau iya besok bisa ke kantor bertemu saya,’ katanya,” kenang Fika.

Setelah mempertimbangkan segala tantangannya, Fika pun tertarik dan menerima pekerjaan ini.

Begitu juga dengan Intan, sebelumnya ia bekerja di divisi lain di Kemenpar. Setelah Pak Arif Yahya dilantik, Kesekretariatan Kementerian memanggilnya.

“Saat itu ada beberapa orang lagi, kami dites,” ceritanya.

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya