HAI-Online.com - Pesawat Lion Air JT 610 hilang kontak setelah bertolak dari Bandara Soekarno-Hatta, Banten, pada Senin kemarin (29/10/2018) sekitar pukul 06.20 WIB.
Pihak Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) sendiri telah mengonfirmasi bahwa pesawat dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang tersebut jadi utara Laut Jawa, tepatnya di perairan Tanjung Karawang.
Menurut Ketua Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono, pesawat Lion Air JT 610 ini tergolong masih anyar dan baru sekitar dua bulan mengudara.
"Itu masih baru Agustus, September, Oktober. Baru dua bulan mengudara," terang Soerjanto Tjahjono seperti yang dilansir HAI dari Kompas.com.
Selain itu, Lion Air JT 610 yang mengalami kecelakaan merupakan pesawat Boeing 737 Max 8 yang merupakan seri terbaru dari Boeing 737.
"Sebenarnya pesawat ini kan pengembangan dari Boeing 737 klasik. Pesawat 737 yang NG terus 737 Max ini yg paling baru dan modern dari 737 Series ini," tambahnya.
Baca Juga : Pesawat Lion Air JT 610 Dipastikan Jatuh di Perairan Karawang, Ini Puing-puingnya
Dari situlah muncul pertanyaan dari banyak orang, mengapa pesawat baru bisa mengalami kecelakaan seperti yang terjadi pada Lion Air JT 610?
Dilansir dari BBC, Gerry Soejatman yang merupakan pengamat penerbangan menyatakan bahwa pesawat yang masih sangat baru juga memiliki resiko tinggi untuk mengalami kecelakaan.
"Apabila pesawat tersebut sangat baru, terkadang muncul sobekan (snags) yang baru bisa dilihat setelah mereka menggunakannya secara rutin. Masalah seperti ini biasanya bisa teratasi dalam tiga bulan pertama pengoperasian," terang Gerry.
Dan seperti yang kita tahu, pesawat Lion Air JT 610 baru mencapai masa 3 bulan penerbangan beberapa minggu lagi sejak pertama kali beroperasi pada 15 Agustus 2018 lalu.