HAI-ONLINE.COM - Tepat Rabu (6/6/2018), film sekuel Jurassic World 2 yang menceritakan tentang Dinosaurus tayang di Indonesia. Ini adalah film kelima dalam seri kisah petualangan sains fiksi Jurassic Park yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Michael Crichton. Film pertama Jurassic Park tayang pada 1993. Sejak penayangan perdananya, film ini dipercaya sebagai terobosan dalam dunia paleontologi dan menginspirasi era baru penelitian paleontologi.Melalui film memang gambaran tentang dinosaurus semakin nyata. Akan tetapi, seberapa banyak informasi dari film yang masuk akal dan dapat dibuktikan secara ilmiah? Tepat saat ulangtahun Jurassic Park ke-25, spesialis visual efek Phil Tippet dan ahli paleontologi Steve Brusatte melihat kembali pembuatan filmnya. Salah satu fakta yang benar adalah sebagian besar dinosaurus hidup di era Cretaceous atau zaman kapur, yakni di akhir periode Jura sampai awal periode Paleosen. Dalam film Jurassic Park digambarkan ada banyak dinosaurus yang hidup di era ini, termasuk Tyrannosaurus rex, Velociraptor, dan Triceratops. Namun ide mengkloning atau menghidupkan lagi dinosaurus lewat DNA yang diawetkan, nggak benar.
Cek: 5 Dinosaurus Baru Ini Bakal Muncul di Jurassic World: Fallen Kingdom"Untuk mengkloning dinosaurus, Anda membutuhkan seluruh genomnya. Dan sebagai catatan, nggak ada yang pernah menemukan setitik DNA dinosaurus," kata Brusatte dilansir BBC, Senin (4/6/2018). "Ini adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan sangat nggak mungkin dilakukan," sambungnya.
Terbatasnya informasi sukses menciptakan dinosaurus Menciptakan hewan yang belum pernah dibuat manusia dan membuatnya serealistis mungkin bukan perkara mudah. Diakui atau nggak, Jurassic Park adalah terobosan penggunaan animasi komputer yang dikawinkan dengan teknik animatronics, atau membuat robot hidup. Sebagai spesialis visual efek, Tippet berusaha menciptakan sesuatu sesuaik dengan yang ada di dunia nyata. "Saya membeli semua buku yang berkaitan dengan dinosaurus. Ilmu yang saya dapatkan dari buku, saya terapkan ke film," kata Tippet kepada BBC. Sebab itu, ada beberapa bagian dari novel yang dihilangkan. Tippet mengganti dengan hal lain yang lebih realistis. "Dalam novel, Crichton menggambarkan Tyrannosaurus dapat mengambil (mobil) jip seperti Godzilla. Saya pikir ini nggak tepat, Tyrannosaurus nggak akan melakukan hal seperti itu," imbuhnya. Berkaitan dengan langkah yang diambil Tippet, Brusatte sangat setuju. "Saya pikir itu adalah penggambaran T-rex yang paling akurat yang pernah dilakukan pada saat itu," kata Brusatte si ahli paleontologi menimpali. Brusatte pun takjub dengan analisis Tippet dan timnya yang dapat menggambarkan T-rex sangat nyata dan tepat. "Dalam film digambarkan T-rex memiliki penglihatan tajam sehingga nggak ada seorang pun yang bisa bersembunyi darinya. Selain itu, ia juga digambarkan memiliki indra penciuman dan pendengaran yang hebat. Semua itu fakta ilmiah yang baru ada setelah tahun 2000," kata Brusatte takjub.
Pengamatan hewan liar Untuk bisa menerjemahkan sisa-sisa fosil ke dalam gerakan makhluk hidup, Tippet dan timnya memutuskan untuk mengamati perilaku hewan liar yang mirip dinosaurus. Mulai dari mengamati gajah untuk membuat brachiosaur si leher panjang, juga mengamati burung unta untuk menciptakan Gallimimus. Dari semua dinosaurus yang diciptakan, Brusatte mencatat Velociraptor yang ada di film sangat berbeda dengan aslinya. "Velociraptor asli dari Mongolia hanya seukuran anjing pudel. Ia bukan pudel besar, tetapi miniatur pudel," terang Brusatte. "Mereka semacam versi umum dari Deinonychus yang jauh lebih kecil dari hewan liar di film," kata Tippet. Deinonychus merupakan leluhur awal burung modern yang agak mengintimidasi dan berbulu.Dengan dinosaurus berbulu pertama yang ditemukan pada akhir 1990-an dan kerabat berbulu T-rex yang ditemukan 2004, pemahaman visual kita sebenarnya sudah berubah secara radikal sejak 1993. "Sekarang kita tahu, mungkin semua dinosaurus memiliki bulu. Sebenarnya agak aneh bila dinosaurus digambarkan tanpa bulu," kata Brusatte.Meski ada beberapa hal yang nggak sesuai dengan fakta ilmiah, Brusatte menilai Jurassic Park adalah sesuatu yang sangat bagus dan positif untuk dunia paleontologi. "Tentu saya bisa mengecek kenggakakuratannya, tapi saya pikir itu nggak lebih dari satu juta kali lipat kebaikan yang diberikan film ini. Saya nggak tahu apakah saya akan memiliki pekerjaan kalo Jurassic Park nggak ada," tukas Brusatte.Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apakah Film Jurassic Park Masuk Akal Secara Ilmiah?".