Macet panjang, Hujan, Lumpur, cewek-cewek cantik berseliweran, jadwal berantakan, dan kedinginan adalah kata-kata yang bisa jadi rangkuman LaLaLa Festival 2016 yang digelar di Cikole, Lembang, Sabtu (5/11) kemarin .
Padahal festival ini punya konsep yang sangat kuat dan menarik. Memadukan alam pegunungan sambil nikmatin musik pop (baca: bukan musik cadas). Apalagi beberapa headliner termasuk yang ditunggu. Sebut aja Maliq n d'essentials, Teza Sumendra, Isyana Sarasvati, Jasmine Thompson, dan Kodaline.
Awalnya, konsep festival berjalan lancar sejak open gate pukul 12 siang. Penonton berdatangan dengan dandanan sesuai panduan di video teaser event ini yang udah bisa dilliat di situs resminya beberapa minggu sebelum hari H.
Area venue yang dipenuhi "wahana" spot foto sampai tongkrongan pewe, juga mulai dinikmati pengunjung. Pasangan pacaran mulai nyobain santai di hammock, tower prosotan, sampai tempat duduk-duduk dari kayu. Keruan ini jadi pemandangan seger dari sebuah festival musik yang belum pernah dibikin sebelumnya.
Toh, pilihan terakhir itu akhirnya yang paling benar. Karena sekitar pukul 1 siang sampai 4 sore, area venue diguyur hujan. Bukan badai, Tapi Hujan khas daerah pegunungan. Gerimis deras, seperti layaknya di musim penghujan. Alhasil, tanah menjadi Lumpur, aliran penonton yang masuk langsung pasang kuda-kuda keseimbangan begitu meninjau area venue, padahal mereka udah berjalan cepat hujan-hujanan dari area drop zone shuttle bus ke titik ticket check point.
Sebagian penonton aman karena mengikuti anjuran panitia di situs resmi event ini agar membawa jas hujan. Sebagian lain, masih aman karena panitia juga membagikan jas hujan setelah ticket checkpoint. Sisanya, yang nggak bawa jas hujan, terpaksa harus berbasah kuyup selama festival sampai mereka kuat. Susunan acara pun terganggu, semua jadwal manggung mundur malah ada yang batal tampil.
Mereka tetap rela menanti artis kesayangannya muncul, apapun rintangannya. Paling yang pulang duluan cuma segelintir orang yang nggak kuat bermacetan kelar bubaran konser. Merekalah penonton yang tergolong pencuri start untuk pulang (nyolong start kok pulang?hehe). Biarkanlah.
"Nggak apa-apa sih soal lumpur dan hujan. Malah seru. Tapi paling nggak ada kepastian jadwal manggungnya, dan di areanya nggak ada papan pengumuman jadwal juga. Terus minim penunjuk arah, jadi kami harus berjuang di lumpur tanpa kepastian arah," ujar Tiwi, mahasiswi ABA Bandung, yang datang bareng pacarnya. Itu cuma satu dari sekian protes penonton kepada acara ini tentang hal teknis.
Bukti kekesalan penonton langsung merambah media sosial. Akun Instagram resmi LaLaLa Festival 2016 dihujani kritikan dan cemoohan. Kebanyakan dari mereka kecewa dengan ketidaksiapan panitia memberi pelayanan kepada penonton. Bukan hanya soal rundown yang molor, tapi juga hal-hal sederhana seperti menunjukkan arah dan lain-lain. Meski ada juga yang ngarep tahun depan dibikin lagi dengan penyelenggaraan yang lebih matang.
Sekali lagi, mereka pasti menunggu gelaran LaLaLa Festival tahun depan yang lebih apik, dan mungkin harusnya jangan di musim penghujan. Karena Kalo hujan, penonton pasti baper. Terbawa perasaan, yang tadinya berharap momen indah, malah jadi sumpah sarapan.
Next time better-lah LaLaLa Festival!