HAI-ONLINE.COM - Indonesia kembali berduka ketika gempa besar terjadi di Lombok pada tanggal 29 Juli dan 5 Agustus lalu. Gempa dengan kekuatan mencapai 7 SR ini diikuti dengan ratusan gempa susulan. Lebih buruk lagi, kejadian ini menelan banyak korban jiwa.Gempa besar ini kemudian kembali mengingatkan banyak orang mengenai peristiwa serupa di Aceh pada tahun 2004 dan Padang pada tahun 2009. Walaupun peristiwa ini menyisakan duka mendalam, namun peristiwa berguncangnya daratan ini adalah fenomena yang wajar. Letak Indonesia yang berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia—Eurasia, Indoaustralia, dan Pasifik—membuat kita harus waspada dengan gempa.Dikutip dari BBC pada Rabu (8/8/2018), Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Dr. Daryono, mengatakan bahwa ada sekitar enam tumbukan lempeng aktif yang berpotensi memicu gempa kuat.Terlepas dari Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, wilayah Indonesia sendiri juga sangat kaya dengan sebaran patahan aktif dan sesar aktif. Daryono mengatakan bahwa ada lebih dari 200 patahan dan sesar aktif yang sudah terpetakan. Meski begitu, Daryono juga nggak menampik bahwa masih banyak juga yang belum terpetakan.
Cek: Menurut Penelitian, Gempa Ternyata Punya Pengaruh Lain ke BumiSejumlah patahan aktif tersebut adalah patahan besar Sumatra, sesar aktif Jawa, Lembang, Yogyakarta, utara Bali, Lombok, NTB, NTT, Sumbawa, Sulawesi, Sorong, Memberamo, dan sekitar Kalimantan.Setelah gempa besar mengguncang Lombok dan sekitarnya, masyarakat pun "diguncang" dengan isu aktifnya gempa Sunda Megathrust. Informasi yang sudah dibantah oleh BMKG ini mengatakan bahwa gempa Lombok berdampak pada aktifnya patahan besar di selatan Jawa ini.Dikutip dari Tempo.co pada Rabu (8/8/2018), Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan informasi yang beredar tersebut adalah hoax. "Itu hoax, jangan percaya. nggak benar kalo gempa Lombok akan memicu gempa megathrust selatan Jawa. Video yang juga banyak beredar merupakan video lama dan nggak ada hubungannya dengan gempa Lombok."Lebih lanjut Dwikora menjelaskan bahwa gempa Lombok dibangkitkan oleh patahan aktif, sementara gempa megathrust dibangkitkan oleh aktivitas tumbukan lempeng di zona subduksi.Mengapa Jakarta perlu waspada?
Seluruh wilayah Indonesia tentu perlu untuk selalu waspada terhadap gempa, namun Jakarta sebagai ibu kota Indonesia jadi kota yang disorot lebih banyak dibandingkan dengan kota atau daerah lain. Pusat pemerintahan juga berada di Jakarta, sehingga bayang-bayang gempa besar jadi lebih disorot oleh masyarakat luas.Guncangan yang dirasakan oleh warga Jakarta pada 23 Januari lalu menimbulkan kepanikan besar walau pusat gempa berada di 91 km barat daya Lebak Banten. Bukan tanpa alasan, guncangan yang ditimbulkan gempa ini membuat gedung-gedung tinggi di Jakarta bergoyang kencang.Merespon kejadian saat itu, ahli geodesi kebumian Institut Teknologi Bandung, Iwan Meilano, kepada Kompas.com saat itu, mengatakan bahwa gempa Banten menandai aktivitas zona tektonik si selatan Jawa yang semakin meningkat.Aktivitas zona tektonik ini juga menegaskan apa yang tercantum pada Peta Gempa Bumi Nasional 2017. Dalam peta tersebut disebut tentang potensi gempa berkekuatan M 8,7 yang mungkin terjadi di selatan Jawa Barat.Sejalan dengan Iwan, Danny Hilman Natawidjaya, ahli gempa bumi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), juga mengkhawatirkan makin aktifnya zona tektonik di selatan Jawa tersebut."Meskipun lokasi sumber gempanya berbeda-beda, kalo dari aspek mitigasi bencana, yang harus paling diperhitungkan yang Megathrust selatan Jawa," ungkap Danny.Danny menjelaskan, sekalipun data tentang potensi gempa besar di selatan Jawa makin banyak ditemukan, tapi belum bisa diprediksi kapan dan di mana gempa tersebut akan terjadi. Apalagi, hingga saat ini, sebagian besar zona kegempaan di Indonesia belum terpetakan dengan baik.Walaupun nggak berada di patahan, namun Jakarta perlu mewaspadai guncangan yang ditimbulkan oleh gempa di sekitar Jakarta.Meski belum ada data rinci kapan periodisasi gempa di Selat Sunda, namun peneliti tsunami pada Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapankata, Widjo Kongko menyarankan untuk disiapkan skenario terburuk. Ia mengkaji dan membuat model dampak gempa dan tsunami berkekuatan Mw 9 yang berpusat di Selat Sunda.Hasilnya, Jakarta yang berjarak 200-250 km dari pusat gempa berpotensi berguncang keras selama beberapa menit. "Intensitas yang dirasakan di Jakarta bisa sangat kuat. Bisa menimbulkan kerusakan bangunan," ungkap Widjo.Lebih lanjut, Widjo mengatakan bahwa Jakarta berada di atas tanah endapan atau aluvial yang karakteristiknya menambah amplifikasi guncangan. "Studi mikrozonasi sangat penting untuk tahu dampak gempa ini," kata dia.Hal senada juga dikatakan oleh Danny Hilman Natawidjaya, ahli gempa bumi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada Kompas.com pada Selasa (23/1/2018). "Jakarta yang relatif jauh dari zona selatan Jawa ternyata juga terguncang kuat. Ini salah satunya dipicu oleh kondisi tanahnya yang lunak dangen batuan dasar yang sangat dalam sehingga memperkuat dampak guncangan gempa," ujar Danny.Dalam sebuah acara diskusi antara BMKG dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Jakarta, pada Rabu (28/2/2018), Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG meminta kesiapan pemerintah DKI agar dampak bencana bisa lebih ditekan. Lebih lanjut Dwikorita mengatakan bahwa mitigasi bencana perlu dilakukan."Apapun kajian para pakar, gempa masih akan terus terjadi di ibu kota. Namun yang belum bisa dipastikan adalah kapan gempa itu terjadi dan berapa kekuatannya" kata Dwikorita."Persepsi Jakarta aman gempa keliru. Gempa Lebak dengan magnitudo 6,1 pada 23 Januari 2018, getarannya juga dirasakan di Jakarta. Intensitasnya saja mencapai V-VI MMI," imbuhnya.Menurut Dwikorita, Gempa bersumber dari patahan di sekitar jakarta bisa berkisar antara magnitudo 6 hingga 8,7. Sumber gempa bukan hanya sesar daratan tetapi juga subduksi di lautan.Jakarta juga bisa terdampak megathrust selatan Jawa yang berpotensi terjadi. "Gempa efek Lebak yang lalu, itu baru 1/10 dari kekuatan gempa yang diperkirakan magnitudonya 8,7 SR. Bagaimana kalo gempa megathrust?" ungkapnya.
Artikel ini pertama kali tayang di National Geographic Indonesia dengan judul "Tidak Terprediksi, Namun Jakarta Perlu Waspada Gempa Sunda Megathrust"