HAI-ONLINE.COM - Indonesia telah tertinggal dalam pengembangan sains, teknologi, serta kualitas pendidikan tinggi. Nggak hanya di tingkat dunia, tetapi juga di lingkup yang lebih kecil seperti ASEAN. Chairil Abidin, anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) menguraikan, penyebab ketertinggalan itu terurai dalam Hal itu tertuang dalam Buku Putih Sains, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Menuju Indonesia 2045.
Cek deh: Canggih, Ini 7 Aktor Yang Pernah Disulap Teknologi Demi Peran Yang Dibintangi. Nomor 5 Paling Beda!
Sejumlah kendala
Chairil mengatakan, pendidikan tinggi menghadapi sejumlah kendala dalam melakukan riset, seperti keenggaksesuaian waktu mengajar dan waktu penelitian, keterbatasan anggaran serta fasilitas riset, dan insentif yang nggak menarik bagi peneliti.
Guru nggak kompeten
Kompetensi guru juga ikut memberikan sumbangsih. Hasil rata-rata uji kompetensi guru pada tahun 2015 hanya 53,02 persen. Untuk calon guru, nilai uji kompetensi lebih rendah lagi, 44 persen kemampuan di bidang kompetensi dan 56,69 di bidang pedagogik.
"Nggak ada anak SMA yang bright yang mau menjadi guru. Persoalan kualitas dosen yang dirilis Asia Week tahun 2000, Indonesia berada di bawah kualitas Singapura, Filipina, Thailand, Malaysia," kata Chairil dalam peluncuran buku putih itu di Jakarta pada Jumat (12/5/2017).
Bahasa
Faktor bahasa rupanya juga nggak dapat disepelekan. Mengutip penelitian Richard Horton, faktor bahasa menjadi kendala utama kuranngya suara Indonesia dalam penelitian di tingkat global, khususnya kesehatan dan kedokteran.
Kewajiban baca buku
Namun, sejak 1950an, secara bertahap kewajiban itu hilang. "Taufik Ismail sebut sekarang anak SMA nol buku. Mahasiswa juga nol buku hanya diktator, belajar dari diktat yang ditulis 20 tahun lalu," ujar Chairil.