Follow Us

Heru Wahyono “Shaggy Dog”: Sebar Musikmu Seluas Mungkin!

Rizki Ramadan - Kamis, 23 Maret 2017 | 10:30
Heru

Heru

Hampir 20 tahun menghiasi belantika skena musik Indonesia khususnya Jogja, Shaggy Dog pantas disebut band indie legendaris yang mendunia. Apalagi setelah tur terakhirnya ke benua Amerika, tepatnya manggung di Festival Akbar South By Southwest (SXSW) tahun 2016 lalu.

Album teranyarnya Putra Nusantara, yang dirilis tepat pada hari kemerdekaan Indonesia ke-71, pun menjadi bukti bahwa mereka menolak tua dan nggak pernah puas dalam berkarya. Salutnya lagi, rilisan fisik berupa boxset pun hingga kini terjual lebih dari 500 buah.

Semua nggak lepas dari betapa solidnya tim band Ska ini. Cukup awet bin sakti dengan formasi personil yang dari dulu nggak pernah berubah. Mahakarnya bernama Doggy House Records pun menjadi mimpi siang bolong yang pada akhirnya terwujud. Selain jadi tempat untuk merilis rilisan album sendiri, harapannya pun mampu menjadi ruang berekpresi band-band indie lain.

Heru Wahyono atau akrab disapa Heruwa, pentolan Shaggy Dog sekaligus salah satu pendahulu pergerakkan skena indie di Jogja, HAI ajak nongkrong buat ngobrolin perkembangan arus sidestream (indie) Kota Pelajar. Ditengah kesibukan beliau yang kini tengah mengurus momongan pertama dan segala aktifitas kreatifnya di Doggy House Records. Ditemani secangkir kopi hitam Lekker Café, tepatnya Kamis Malam, 16 Februari lalu. Simak curhatan Heruwa berikut ini!

Perkembangan musik sidestream di Jogja gimana menurutmu? Apa yang menarik perhatianmu sekarang ini?

Sekarang perkembangannya tambah bagus, ya. Selain Shaggy Dog ada Endank Soekamti, Sheila On 7, dan FSTVLST. Menurutku Jogja juga udah mulai bisa jadi suatu saat nanti jadi barometer pergerakan musik Indonesia.

Kalau seni rupa kan udah jelas, kalau musik aku yakin suatu saat bisa jadi barometer musik Indonesia, secara karya ya. Kalau secara industri aku belum tahu, kalau kita ngomongin karya kan lainlah.

Band-band di sini bisa berkembang di luar musik juga. Seperti misalnya Shaggy Dog sendiri bisa punya perusahaan rekaman sendiri. Endank Soekamti bisa melebar ke video. FSTVLST itu melebar ke seni rupa (artwork). Terus, banyak juga yang go internasional, seperti Shaggy Dog sendiri. Terus, ada yang baru seperti Senyawa, mereka tur ke Amerika.

Nah, seperti itu perkembangannya di Jogja, masif sebenarnya. Cuma kita ini emang jauh dari “media” Jakarta. Seandainya diekpos semua itu kan keren. Ya untunglah ada internet. Ya walaupun media media alternatif kayak WARNING, terus kayak HAI, Rolling Stone, masih nulis, kok.

Kultur atau semangat apa yang bikin sidesteram Jogja terus eksis?

Prinsipnya tuh kuat (band-band indie Jogja), mereka nggak mau diotak-atik. Idealismenya kenceng sekali. Ibaratnya, aku nggak dapet duit nggak apa-apa kok dari ngeband. Itulah yang bikin awet juga dari dulu sampai sekarang. Kalau yang bikin bandnya datang dan pergi karena banyak anak-anak yang berasal dari luar Jogja. Mereka selesai sekolah, lalu pulang kampung atau kerja di luar musik.

Ngeliat peta sidestream di Jogja itu dulu dan sekarang gimana sih, mas?

Editor : Hai

PROMOTED CONTENT

Latest