Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Panceg Dina Galur: Ujungberung Rebels (Part 2-Habis)

Rian Sidik (old) - Senin, 11 Juli 2011 | 13:40
Panceg Dina Galur Ujungberung Rebels Part 2 Habis
Rian Sidik (old)

Panceg Dina Galur Ujungberung Rebels Part 2 Habis

Hal lain yang digarap Karinding Attack adalah membuka Kelas Karinding (Kekar) gratis di Common Room, Gedung Indonesia Menggugat, beberapa sekolah menengah atas, dan kampus untuk mewadahi siapa saja yang berminat belajar bermain karinding. Hingga kini, murid kelas karinding sudah mencapai enam puluh orang dan menghasilkan setidaknya empat band karinding baru yaitu, Karinding Merinding, Karinding Air Mata, Flava Madrim, dan Karinding Riots.

Dinamika pergerakan Ujungberung Rebels semakin menggurita saja dari hari ke hari. Kini setidaknya ada tiga lahan garapan ekonomi kreatif yang berkembang di komunitas Ujungberung Rebels, yaitu fesyen, rekaman, dan literasi. Yang paling subur adalah industri fesyen. Setidaknya ada enam industri fesyen yang digagas para pentolan Ujungberung Rebels, mulai dari Media Graphic dan distro Chronic Rock yang dijalankan Eben, Distribute yang dijalankan Pey, Reek yang dijalankan Ferly dan Man, Melted yang dijalankan Amenk dan Andris, CV Mus yang dijalankan Mbie, serta Scumbag Premium Throath yang ini diteruskan Erick sepeninggal Ivan.

Di bidang industri rekaman, Ujungberung memiliki dua perusahaan rekaman yang sangat dinamis, Rottrevore Records yang dijalankan Rio dan Ferly serta Revolt! Records yang dijalankan Eben. Rottrevore bahkan memiliki media literasi berupa majalah metal kencang bernama Rottrevore Magazine. Pentolan Ujungberung lainnya yang aktif di dunia literasi adalah Iit dengan toko buku Omuniuum-nya serta Kimung dengan zine MinorBacaanKecil dan penerbitan Minor Books yang menerbitkan biografi Ivan, Myself : Scumbag Beyond Life and Death, sebuah buku fenomenal, bagian dari trilogi sejarahUjungberung Rebels dan Bandung Underground.

Tentu selain tiga lahan garapan tersebut, masih banyak yang lainnya seperti bisnis warnet yang dikelola Kudung atau toko musik atau sentra kuliner. Semua lahan garapan pentolan-pentolan anak-anak Ujungberung Rebels tersebut jelas membuka lebar perbaikan perekonomian minimal di kalangan internal Ujungberung Rebels sendiri.

Satu hal lagi yang semakin mempererat Ujungberung Rebels adalah adanya kesadaran literal akan kesejarahan bersama. Bersama, para pionir dan semua yang hidup di ranah musik ini menyadari bahwa hal paling dasar untuk mengikat persatuan antar mereka adalah penulisan sejarah yang sama mengenai diri mereka sendiri. Kepenulisan sejarah ini kemudian digarap oleh Kimung melalui buku biografi Ivan Burgerkill, Myself Scumbag Beyond Life and Death (Minor Books, November 2007), serta tiga seri buku Panceg Dina Galur Ujungberung Rebels: Memoar Melawan Lupa (Minor Books, Februari 2011), Jurnal Karat (Minor, rencana Juli 2011), dan seri penutup Panceg Dina Galur Ujungberung Rebels (Minor Books, rencana September 2011).

Kepenulisan sejarah ranah musik independen Bandung juga tidak berhenti di situ. Dengan komitmen menjaga kisah sejarah ranah ini, Kimung dan kelompok risetnya Bandung Oral History juga mempersiapkan sejarah musik bawahtanah Bandung dengan judul Bawahtanah Bandung 1990-2015. Buku ini akan terdiri dari tujuh seri buku yang mencakup sejarah ranah musik metal, punk, hardcore, pop dan musik elektronik, hiphop, literasi, serta ranah-ranah kreativitas lain di bawahtanah Bandung antara tahun 1990 hingga 2015. Kepenlisan buku ini akan digarap tahun 2012 hingga tahun 2015.

Segala pencapaian itu tak datang dengan sendirinya. Segala datang bersama daya konsistensi yang sangat tinggi dan idealisme yang teguh digenggam satu tangan, sementara tangan yang lain menghajar jalanan dengan senjata kreativitas. Tapi kunci dari segalanya adalah keteguhan prinsip. Panceg dina galur, tidak gamang menghadapi perubahan. Membaca segala perubahan sebagai kulit saja bukan sebuah inti, sehingga ketika harus menyesuaikan diri dengan perubahan tak lantas kehilangan diri tenggelam dalam euforia di permukaan.

Ini juga harus terus dikelola dengan sinergi yang positif di antara lahan-lahan garapan kreativitas sehingga akan terus berkembang dan pada gilirannya menyumbangkan hal positif bagi masyarakat kebanyakan. Sebuah sentra bisnis dan pusat pengembangan budaya di Ujungberung pasti akan menjadi wadah yang menampung segala aspirasi dan hasil kreativitas mereka menuju totalitas yang paling maksimal. Mininal gedung konser yang di dalamnya terdapat juga youth center, dan pusat dokumentasi dan pengembangan riset sosial budaya yang memadai. Berangan-angan? Tidak juga! Panceg Dina Galur!

Editor : Hai





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular

x