Ketika Magic rilis kemudian diikuti Midnight sebulan setelahnya, gambaran tentang akan seperti apa album keenam Coldplay sudah menempel di kepala. Album penuh sound ambience, dengan ketukan drum sampling bertempo lambat, itulah yang tergambar di kepala tentang Ghost Stories.
Musik-musik chill out dengan sentuhan elektronik tipis-tipis bikin kuping adem selama mendengarkan album ini, serasa membawa kita escaping sejenak dari rutinitas.Tipe-tipe lagu seperti ini secara sporadis menyebar di lagu-lagu lainnya. Dengerin aja track pembuka Always In My Head, True Love, Another's Arms, dan Ink.
Hanya dua lagu : Oceans dan O yang menyelamatkan kita dari bebunyian elektronik chill out di sini. Dua lagu ini didominasi alat musik akustik yang sendu dengan lirik yang melankolis pula. Oceans dengan dominasi gitar akustik cocok menjadi pengantar tidur, mengingatkan kita pada Coldplay era album Parachute.
Sementara O , lagu melankolis dengan iringan piano Chris Martin, bercerita tentang harapan setelah rasa kehilangan menimpa seseorang, cocok menutup album ini. Yap, Ghost Stories bisa dikatakan album tersendu Coldplay.
Lebih tepatnya gambaran seorang Chris Martin yang sedang patah hati. Perpisahannya dengan sang istri, Gwyneth Paltrow membuat Ghost Stories mau nggak mau jadi medium curhat sang vokalis. Yah setidaknya Martin masih sedikit bernyanyi riang bersama Avicii di A Sky Full Of Stars, sebuah lagu yang EDM-oriented dan paling nge-beat di Ghost Stories.
Overall, ini adalah album paling dreamy yang dimiliki Coldplay. Selain album patah hati tentunya. Dan, HAI bilang album ini lebih cocok jadi peneman tidur daripada jadi peneman beraktivitas.