HAI-Online.com – Gaslighting merupakan salah satu hubungan manipulatif. Hubungan ini bersifat nggak seimbang, dan tentunya nggak sehat karena salah satu pihak akan menempatkan pihak yang lain di atas segalanya.
Kalian harus waspada soal potensi gaslighting karena menurut Pakar Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Primatia Yogi Wulandari, perilaku gaslighting ini dapat memengaruhi "korban" lho.
Karena hal tersebut, korban bisa meragukan penilaian dan persepsinya sendiri lewat ungkapan seperti, ‘aku nggak bohong’, ‘kamu terlalu membayangkan yang aneh-aneh’ dan beberapa lagi lainnya.
“‘Aku cuma becanda’. ‘Masa gitu aja marah’, biasanya muncul dari pelaku, sehingga membuat korban kurang percaya diri. Pada titik ini, korban bahkan mempertanyakan kewarasannya," jelas Yogi, seperti dilansir dari laman Unair.
Baca Juga: Apa Sih Arti Gaslighting? Gimana Tanda-Tanda dan Solusi Ngatasinnya?
Menurut Yogi, gaslighting sendiri bisa terjadi dengan atau tanpa disadari oleh korban, bahkan pelakunya. Nah lho!
Meski begitu, motif yang dilakukan cukup jelas, yaitu menyelesaikan konflik dengan membuat korbannya menyetujui semua perbuatan pelaku. Eits, tapi nggak semua kebohongan termasuk ke dalam gaslighting, ya.
"Kembali pada prinsip hubungan sehat. Bila kebohongan tersebut membuat korban meragukan dirinya sendiri, maka hal itu disebut sebagai gaslighting," ujar dia.
Namun, bila kebohongan itu bukan untuk melemahkan self trust salah satu pihak, seperti suami memuji istrinya pintar masak. Maka nggak bisa disebut gaslighting.
"Karena kebohongan yang dibuat agar bisa membuat hubungan menjadi harmonis," kata dia.
Yogi menjelaskan, ada beberapa kondisi yang menjadi ciri suatu individu terjebak dalam hubungan gaslighting.
Misalnya aja, mempertanyakan persepsi dirinya sendiri, meminta maaf walaupun bukan pihak yang berbuat salah, memaklumi tindakan buruk pelaku.