Ketika Bhanu bangun hampir tujuh hari kemudian, para dokter memberitahu orang tuanya kalo Bhanu dapat mengalami gangguan kognitif selama sisa hidupnya karena cedera di kepalanya.
Bhanu pun menghabiskan tahun berikutnya dengan berbaring di tempat tidur.
"Kecelakaan itu mengubah cara saya mendefisinikan kesenangan, dan itulah alasan mengapa saya ada di sini hari ini," ujarnya.
Selama pemulihan, Bhanu belajar cara bermain catur dan memecahkan teka-teki untuk menjaga otaknya tetap aktif.
Latihannya itu kemudian berkembang ke ranah matematika. "Saya mengingat rasa sakit dengan jelas...ini adalah pengalaman paling traumatis yang saya alami dalam hidup saya," kenangnya.
"Aku bahkan tidak bisa bersekolah selama setahun. Yang harus aku andalkan untuk menjadi lebih baik adalah angka dan teka-teki," imbuh Bhanu.
Cedera di kepala Bhanu meninggalkan bekas luka yang tampak 'jelek'. Untuk melindungi perasaan sang anak, orang tua Bhanu menghilangkan semua cermin di sekitar rumah selama setahun.
Meskipun begitu, Bhanu bertekad untuk nggak membiarkan bekas luka di kepalanya mempengaruhi hidupnya.
"Itu mendorong saya maju dan saya tahu ada sesuatu yang saya kuasai, dan saya akan membuktikan diri di sana," katanya.
Pada tahun 2007, ketika dia berusia 7 tahun, Bhanu menempati posisi ketiga dalam kategori sub-junior pada kompetisi aritmatika kecepatan tingkat negara bagian di Andhra Pradesh.
Performa Bhanu membuat sang ayah menangis. "Bukan medalinya, tapi yang membawa saya ke sana yang menggerakkan ayah saya," katanya.