Ikatan-ikatan itu sifatnya tidak resmi. Seperti geng gitulah. Hitung-hitung tempat penampungan orang kesepian, kata mereka memberi alasan.
Ada banyak istilah tentang kejombloan ini. Ada yang bertitel jomblo akut, kronis, bahkan ada yang diberi gelar jenderal. Biasanya mereka cuek aja, karena merasa dirinya memang sudah begitu( Ups...!).
"Seorang teman saya ada yang mendapat gelar demikian karena dia memang dingin sekali pada cewek. Atau ada lagi teman yang tetap bicara pada cewek, hanya saja kalau sudah ke tahap taksir-taksiran, ia selalu menghindar. Alasannya, belum siap berpacaran," kata Widdi.
Lucunya, saat itu ada aja pelajar yang sudah mulai memperlihatkan kejombloannya pada orang lain. Pada masa itu, jangan heran kalo kamu melihat segerombolan anak berseragam abu-abu, lewat di depan pertokoan sambil bernyanyi dan mengenakan sweater bergambar lambang Red Hot Chili Peppers. Di sekeliling gambar itu tertulis, "Jomblo Itu Pedas".
Istilah PJ alias pajak jadian juga muncul di masa-masa ini. "Saya hanya bisa tertawa melihatnya. Atau ada lagi yang lebih keras. Di sebuah grup, ada peraturan, "barang siapa setelah masuk anggota lantas berpacaran lagi, maka ia akan dikeluarkan dan didenda sesuai kesepakatan". Walau begitu, ini bukan berarti pemerasan. Karena, mereka yang kemudian berpacaran, semata-mata hanya mengucapkan syukur dengan mentraktir teman-temannya makan," tulis Widdi menjelaskan.
"Jomblo pamer" bukan saja para kaum adam. Banyak kaum hawa yang ikut-ikutan mendirikan kelompok serupa. Mereka memberi akhiran -wati di akhir kata itu, katanya biar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia (ada-ada saja).
Menurut Widdi sih, kaum muda, dengan segala semangat dan cita-citanya, memang selalu berusaha mencari jati dirinya. Mereka bukan tak menghargai cewek, tapi mungkin memang belum siap dengan segala akibat berpacaran.
"Itulah sebenarnya inti dari persoalan ini," tutupnya.