Stephanus Adjie 'Down For Life': Fanatisme Metal di Indonesia Sejajar dengan Sepak Bola & Agama

Selasa, 12 Oktober 2021 | 13:05
Instagram @anakbaik.09

Vokalis Down For Life, Stephanus Adjie

HAI-Online.com - Beberapa waktu lalu, HAI mencoba untuk menelisik tentang bagaimana musik metal yang merajai perpustakaan musik di Indonesia dalam rentang waktu yang amat lama.

Terdapat beberapa faktor yang menjadi titik berat analisisdari HAI untuk mengupas perkembangan metal sehingga menjadi primadona di luar kultur musik pop - bahkan bagaimana kemudian metal sukses bertransformasi ke ranah populer.

Baca Juga: 5 Alasan Utama Kenapa Metal Nggak Akan Pernah Mati di Indonesia

Belum terpuaskan dengan pisau analisis yang belum terlalu runcing tersebut, HAI mencoba untuk menghubungi salah satu aktor yang telah lama berkecimpung di dunia ini.

Stephanus Adjie, sosok yang dikenal sebagai motor utama dari band metal termasyhur asal Solo, Down For Life, kala itu menyempatkan waktunya untuk berbincang santai via virtual bareng HAI (09/09).

HAI

Down For Life

Di luar kesibukannya bareng Down For Life, mas Adjie juga menaruh ketertarikan besar pada sepak bola, band merchandising, dan juga bertegur sapa di udara bareng radio online yang diasuhnya.

Menyambung pembahasan utama yang juga bertepatan dengan momen kelam di skena metal Indonesia saat itu (meninggalnya pentolan & gitaris Burgerkill, Eben); mas Adjie bercerita banyak haldalam rangka membantu HAI menjabarkan fenomena ajaib di dinamika musik bawah tanah ini.

Baca Juga: Kancah Metal Berduka, Gitaris & Founder Burgerkill Eben Telah Meninggal Dunia

Lantas menurut pemaparan mas Adjie, gimana metal bisa menjadi pondasi musik bawah tanah yang kokoh dan nggak bakal tergoyahkan di Indonesia?

Ada beberapa poin menarik yang dijabarkan di sini; salah satu yang menjadi highlight adalah momen shiftingsaat metal berhasil diterima dan kemudian mengakar kuat; namun rumit, serumit font band metal favorit kalian yang terkadang butuh effort lebih untuk membacanya.

Baca Juga: Sering Dicibir, 8 Band Metal Ini Nyatanya Jadi Guilty Pleasure-nya Para Metalhead?

Menurut pemaparan mas Adjie, momen penerimaan musik metal yangalon-alon asal kelakon(perlahan tapi pasti) ini menjalani proses dan perjuangan yang begitu panjang.

"Semangat, energi, waktu, danbahkan biaya yangnggak sedikit harus rela diinvestasikan baik bagi penikmat ataupun pelakonnya," jelasnya.

"Perlawanan tentu menjadi bahan bakar utama untuk menggamitkeempatelemen yang harus diinvestasikan tersebut," imbuhnya kemudian.

Mengenai budaya perlawanan terkait , tentu kita perlu mengingat lebih dulu gimana metal yang sempat dianggap sebagai musik "jahat" pada awalnya, namun berkat perjuangan di atas, metal berhasil mendapatkan porsi besar untuk "memanfaatkan" bonus demografi di Indonesia.

Budaya perlawanan yang satu lini dengan solidaritas di masing-masing kolektif tiap daerah kemudian berhasil mengokohkan semangat perjuangan anak-anak metal tersebut. Apa hasilnya? Fanatisme.

"Ada tiga fanatisme di Indonesia yang udah nggak bisa diganggu gugat. Pertama adalah agama, kedua adalah sepak bola, dan yang ketiga adalah metal," tutur mas Adjie menjelaskan secara gamblang.

Bagi mas Adjie yang juga suporter Persis Solo ini, fanatisme tersebut yang menjadi harga mati sehingga logam mulia berwarna hitam pekat ini akan susah berkarat, justru logam tersebut akan makin menunjukkan kilaunya yang gemerlap.

Setuju nggak sama Mas Adjie?

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya