5 Cerita Kebaikan Atlet Olimpiade Tokyo Ini Mengandung Bawang, Teladan Banget!

Kamis, 05 Agustus 2021 | 09:51

Lotte Miller di Olimpiade Tokyo 2020

HAI-Online.com- Bersaing ketat dalam ajang olimpiade bergengsi itu sah saja, namun makna "menang" yang diraih para atlet itu bukan cuma dikalungkan medali tapi juga memenangkan hati dan kemanusiaan adalah sebaik-baiknya juara.

Nah,kebaikan hati para jagoan olahraga dunia yang mengikuti Olimpiade Tokyo baru-baru ini layak diteladani anak muda. Ada berbagai isu kemanusiaan yang menyeruak sepanjang pergelaran olimpiade di Jepang itu, mulai dari kesehatan mental Simone Biles, dukungan pada korban pelecehan seksual, sampai kesetaraan gender.

Baca Juga: Makna Karangan Bunga 3 Warna yang Diterima Atlet Olimpiade Tokyo 2020 Punya Filosofi Kebangkitan
Sejumlah atlet memanfaatkan momen dengan menunjukkan sikap dan pandangannya terhadap isu humanis tersebut.

Sikap ini membuktikan bahwa mereka bukan hanya orang dengan kemampuan fisik tinggi, melainkan mental yang sehat sarat akan kepedulian sesama manusia.

Dikutip dari cerita kompas.com, aksi para atlet ini menjadi angin segar di tengah dunia yang belum pulih dari pandemi Covid-19.

Apa saja aksi kebaikan yang mengandung bawang alias menyentuh ini?

1.Bersedia jadi penerjemah meski kalah
Kanoa Igarashi, atlet selancar dari Jepang itu harus menelan kekecewaan saat kalah dari Italo Ferreira (Brasil) dalam debut olimpiadenya.

Bukan cuma kalah di kandang, ia juga harus menerima banyak ejekan di media sosial dari warganet Brasil yang terkenal rasial.

Meski demikian, peselancar berdarah Jepang-Amerika ini menunjukkan kelasnya dengan berbaik hati menjadi penerjemah untuk Ferreira.

Italo Ferreira dan Kanoa Igarashi

Fasih berbahasa Portugis, ia membantu pesaingnya itu memahami pertanyaan wartawan di jumpa media saat penyerahan medali.

“Ya, terima kasih, Kanoa,” kata Ferreira yang baru belajar berbahasa Inggris.

Wah sebaik-baik ilmu (bahasa) adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Good job, Kanoa!

2. Sepakat berbagi medali emas

Momen mengharukan tercipta ketika Gianmarco Tamberi dari Italia dan Mutaz Barshim dari Qatar sepakat untuk berbagai medali emas cabang lompat tinggi putra.

Dua atlet yang berbagi medali emas

Keduanya bersaing ketat dan sukses melompat hingga ketinggian palang maksimal 2,39 meter, rekor tersendiri di olimpiade. Nggak ada yang bisa saling mengalahkan catatan itu sehingga pertandingan tersebut mengalami jalan buntu.

Barshim kemudian mengusulkan untuk berbagi medali emas, hal yang disetujui oleh penyelenggara. Kebesaran hatinya ini tentu saja menjadi hal yang memgandunh bawang alias amat menyentuh bagi para penonton di seluruh dunia.

“Ini di luar persaingan olahraga. Inilah pesan yang kami sampaikan kepada generasi muda," ujar Barshim.

“Berbagi dengan teman itu lebih indah, rasanya ajaib,” timpal Tamberi.

Baca Juga: Dituding Bungkus Paksa 31 Cewek, Kris Wu eks Member EXO Langsung Dibikin Bangkrut

3. Saling membantu ketika terjatuh di lintasan

Pelari Isaiah Jewett dari AS dan Nijel Amos dari Botswana sedang berlari kencang dan bersaing dalam nomor pria 800 meter. Menjelang garis finis, di tikungan terakhir, kaki keduanya saling terjerat dan membuat mereka jatuh.

Bukannya marah, mereka saling membantu untuk berdiri, merangkul satu sama lain, dan menyelesaikannya bersama.

Is.com

Isaiah Jewett dan Nijel Amos

Keduanya menyelesaikan pertandingan bersama, tertinggal 54 detik dari juara pertama, di babak semifinal Olimpiade Tokyo itu.

“Terlepas dari seberapa marah kamu, kamu harus menjadi pahlawan pada akhirnya,” kata Jewett.

“Karena itulah yang dilakukan parahero, mereka menunjukkan kemanusiaan mereka melalui siapa mereka dan menunjukkan bahwa mereka adalah orang baik.”

Instagram/ @Borges5

Mauricio Borges, pemain voli Timnas Brasil di Olimpiade Tokyo 2020

4. Melindungi Orang Rumah dan Generasi Berikutnya

Aksi pemain voli asal Brasil yang bersikukuh tetap memakai masker selama bertanding di antaranya Lucas Saatkamp dan Maurice Borges dari tim putra serta Marcis Carneiro dari tim putri menunjukkan disiplin prokes yang baik.

Laporan dari Associated Press mengungkap alasan utama mereka tetap memakai masker meski sedang bertanding adalah demi melindungi orang rumah alias keluarganya.

Saatkamp misanya diketahui memiliki putra berusia 5 tahun dengan masalah pernapasan (komorbid) dan baru saja dikarunia satu lagi bayi cewek.

Sebelumnya, dia mengaku sempat terinfeksi Covid-19 pada Januari lalu dengan gejala demam dan sakit kepala parah.

Saat itu, istrinya sedang hamil. Tak mau terulang kejadian sama, karena itu, di tengah pandemi Covid-19, dia tetap memakai masker meski sedang berlaga di Olimpiade Tokyo untuk mencegah infeksi virus corona dan menularkannya ke keluarga.

"Satu-satunya alasan utama saya (pakai masker) adalah melindungi diri saya dan keluarga saya, dan bukan untuk menjadi panutan,” kata Saatkamp.

Sebelum diterbangkan ke Jepang untuk mengikuti Olimpiade, Saatkamp sebenarnya sudah divaksinasi. Namun, dia tetap memutuskan untuk memakai masker saat berlaga.

Dia menuturkan, masker tersebut tidak mengganggu performanya. Bahkan, dia membantu tim voli Brasil mencapai semifinal di Olimpiade Tokyo, “Bagiku tidak masalah karena bola voli berbeda dengan olahraga lain,” kata Saatkamp.

“Ada lebih banyak jeda untuk punya waktu untuk bernapas, tidak seperti berlari atau sepak bola. Bagiku, tentu itu tidak nyaman,” ujar Saatkamp.

Sementara itu, Borges mengaku tidak masalah memakai masker saat bertanding karena dia merasa sudah terbiasa.

Baca Juga: Viral Foto Pemain Voli Brasil Pakai Masker Saat Bertanding, Ternyata Ada Alasan Menyentuh Dibaliknya

Upaya Saatkamp selain tidak mencelakai orang rumah adalah juga dia menggarisbawahi bahwa masalah Covid-19 di negaranya sangatlah serius. Angka kematian akibat Covid-19 di Brasil merupakan tertinggi kedua di dunia dengan 556.000 kematian.

Jadi dia nggak mau pulang ke negaranya dengan membawa penyakit bagi yang lain. Nggak nyaman, sih tapi menolong orang lain bikin nyaman hati. Iya nggak sih!

5. Menyemangati mental sesama pesaing

Atlet triatlon puteri dari Belgia, Claire Michel, menangis tersedu-sedu ketika harus finis di urutan terakhir saat kompetisi digelar di Odaiba Marine Park. Ia begitu kecewa dengan dirinya dan menangis terisak sambil terduduk di tanah.

Claire Michel dan Lotte Miller

Salah satu pesaingnya, Lotte Miller dari Norwegia, yang finis di urutan 24, kemudian menghibur dan memberikan semangat kepada Michel.

“Kamu seorang petarung, Ini adalah semangat olimpiade, dan kamu mendapatkannya 100 persen," ujar Miller.

Kompetisi yang terdiri dari berenang 1,5 kilometer, bersepeda 40 kilometer, dan lari 10 kilometer ini diikuti 54 atlet. Namun, 20 peserta gugur di tengah jalan dan tidak bisa menyelesaikan pertandingan.

Michel berhasil menyelesaikan rute dalam waktu dua jam, 11 menit, dan lima detik, kalah 15 menit dibandingkan juara pertama, Flora Duffy dari Bermuda. (*)

Editor : Al Sobry