Pelajar SMK Jurusan IT Nggak Malu Bantu Ortu Ngelas dan Laundry, Kini Dapat Beasiswa Kuliah Sampai Lulus S1

Minggu, 01 Agustus 2021 | 10:47
KOMPAS.com

Suka bermain game, kabir ke warnet, tapi Zetta pelajar SMM nggak lupa membantu pekerjaan ortu, termasuk mengejar cita-cita di bidang IT.

HAI-Online.com- Remaja asal Semarang, Zetta Septian Nugroho Adhi mengaku sempat tak punya ekspektasi bisa berkuliah seperti teman-temannya.

Biaya kuliah yang tinggi membuat Zetta nggak mau membebani sang ayah, Joni Christiono yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang las.

Zetta berpikir untuk segera bekerja setelah lulus dari sekolahkejuruan demi bisa membantu kedua orangtua.

Baca Juga: Mau Kuliah S1 di Australia? Ikuti Program Beasiswa University of New South Wales
"Pendapatan ayah tak menentu. Apalagi di masa Pandemi ini, penurunan penghasilan sangat terasa. Awalnya saya ingin langsung kerja sehingga sebagai anak pertama bisa membantu keluarga," papar Zetta dalam Talkshow Pengumuman Beasiswa Semesta, Rabu (28/7/2021).

Meski begitu, keinginan kuliah yang tinggi membuat Zetta mencoba upaya lain, yakni mengikuti seleksi Beasiswa Semesta.

SMK Jurusan IT tapi Bantu ortu "ngelas" dan nge-laundy

Sang ayah memaparkan, untuk kisaran penghasilanngelastidak menentu, kadang ia mendapat Rp 500.000 sebulan, kadang bisa lebih.

Sementara ibu Zetta, Ester Yuliani membuka jasa laundry kecil-kecilan di rumahnya.

Tak jarang, Zetta sebagai anak sulung diminta bantuan tenaga oleh kedua orang tuanya untuk menyambung besi dan mencuci baju.

"Zetta tidak pernah menolak. Zetta pun selalu pandai mengatur waktu, kapan bermain game, kapan sekolah, kapan belajar, dan kapan membantu orang tua.

Baca Juga: Hidup Mahasiswa Jadi Tenang Kalo Uang Kiriman Ortu Diatur Pake Cara Jitu Ini!

"Kami sebagai orang tua membantu Zetta dengan mengajak pada pekerjaan yang jaraknya dekat-dekat saja, agar tidak terlalu kelelahan,” lanjut Joni.

Profesi tukang las dan laundry yang menghadirkan jasa bagi lingkungan sekitar, otomatis membuat keluarga Zetta menjadi salah satu keluarga yang terdampak perekonomiannya karena pandemi Covid-19.

Usaha tersebut mendadak sepi pelanggan di awal tahun 2020, ketika Pandemi Covid-19 dimulai.

“Karena Pandemi, perekonomian lesu, otomatis orang mengurangi renovasi rumah. Cuci yang dulunya laundry pun mungkin beberapa pelanggan kami akhirnya mencuci baju sendiri,” ungkap Joni.

Di sinilah, keahlian Zetta di bidang IT yang saat itu duduk di kelas 3 SMK, mulai diuji.

Jasa sang ayah sebagai tukang las dan Ibu sebagai laundry, dipromosikannya secara online. Dengan cara mengunggah foto dan nomor HP kedua orang tuanya di media sosial dan Google Maps.

Tak disangka, promosi digitaknyabitu bikin jasa kedua orang tuanya langsung tambah laris dalam sekejap. Bahkan ada pemesanan yang masuk melalui email. Sebuah metode pemesanan yang tak pernah ia sangka-sangka sebelumnya.

Baca Juga: Sempat Males Kuliah, Izzan Jadi Sarjana Termuda ITB di Usia 18 Tahun
“Saya juga sempat beberapa waktu, bantu promosi bisnis laundry ibu, saya pasang toko laundry di Google Maps sampai akhirnya laundry-nya jadi lebih laris dari biasanya. Jadi kalau biasanya pesanan dari mulut ke mulut, ini sampai ada email yang masuk," tutur Zetta.

Selain itu, untuk membantu keluarga, keahliannya di bidang IT juga digunakan untuk mengambil pekerjaan lepas di bidang teknologi.

Misalnya, membuat website sekolah, ataupun sayembara berhadiah tertentu. “Hadiahnya lumayan, untuk keperluan sekolah, jadi saya bisa membantu keluarga," terang Zetta.

Berawal dari hobi main game

Kemahirannya Zetta membuat prototipe Sistem Pendaftaran Vaksinasi dalam ujian pemrograman membuatnya menjadi satu dari lima peraih Beasiswa Semesta.

Beasiswa Semesta memberi Zetta dan kawan-kawan hadiah uang tunai dan biaya pendidikan untuk berkuliah pada jurusan Teknik Informatika (IT) di perguruan tinggiternama di Surabaya, senilai total Rp 300 juta.

Selain itu, Zetta akan mendapatkan kesempatan berkarya bersama Sevima dengan gaji bulanan senilai minimal UMR Surabaya (sekitar Rp 4 juta).

Zetta bercerita, kecintaannya di bidang IT dimulai dari hobi bermain game di warung internet (warnet). Dulu, ia mengaku tak langsung pulang selepas sekolah. Melainkan "kabur" ke warnet bersama teman-temannya.

Sampai-sampai ibunya kepikiran dengan hobi Zetta yang gemar main game. Namun, sang ayah berpikiran lain.

"Kalo saya sebagai ayah, tak khawatir dengan hobi tersebut. Saya selalu yakin, Zetta sebagai anak mbarep (laki-laki dan anak pertama), punya pemikiran matang. Tapi Ibunya ya kepikiran. Namanya juga insting ibu,” kenang Joni.

Baca Juga: Unik, Puluhan Orang Ikuti Lomba Melamun 'Kompetisi Space Out' di Korea Selatan
Untuk bisa main di warnet, setiap harinya Zetta rela tidak jajan di sekolahsupaya bisa bayar di warnet Rp 3.000 per jam.

Game favorit Zetta adalah Point Blank, permainan tembak-tembakan online yang memang cukup terkenal pada tahun 2010-an awal.

"Bahkan untuk ke warnet, kami semua (Zetta dan kawan-kawan) jalan kaki. Selain berhemat, ini solidaritas. Tidak mungkin satu naik angkot, atau satu naik sepeda, sedangkan teman lain ada yang jalan kaki," kenang Zetta seperti dikutip HAI dari Kompas.com, Minggu (1/8/2021)

Namun, Zetta tak menjadikan hobi main game sebagai ajang buang-buang waktu. Kecintaan bermain game membuatnya di terdorong untuk belajar membuat game-nya sendiri di komputer.

Dari sana Zetta pun mulai belajar seputar pemrograman agar bisa mencapai impian kanak-kanaknya tersebut.

Akhirnya, dimulailah petualangan Zetta belajar pemrograman sejak belajar di SMKNegeri 8 Semarang.

“Saya cari-cari dan ternyata developer itu harus bisa pemrograman, untuk itu saya sekolah di SMK dan banyak belajar tentang pemrograman,” imbuhnya.

Tak mau selesai sampai SMK, Zetta punya keinginan untuk melanjutlan ke perguruan tinggi meski mimpi itu sepat redup melihat kondisi keuangan ortunya.

Walaupun sudah berpenghasilan dan mampu membantu dagangan orangtua lebih laris, biaya kuliah akan menguras semua tabungan yang sedikit itu.

Sabar sambil usaha dijalaninya. Sampai ketika sedang rebahan, bantuan Tuhan lewat teknologi itu datang.

Baca Juga: Video Ciuman Zara & Okin Tersebar dari Teman Dekat, Fitur Closefriend Jadi Perbincangan

"Saya memang tak sengaja menemukan info Beasiswa Semesta ini dari Instagram. Yah, meskipun saya sempat pesimis karena takut nggak bisa mendaftar, tapi ternyata kesempatan masih berpihak kepada saya. Meskipun sangat mepet, saya pagi isi data, setelah sore terima Surat Keterangan Lulus dari sekolah, hari itu juga deadline pendaftaran,” gumamnya sambil tersenyum lega.

Seleksi demi seleksi pun diikuti Zetta dengan sungguh-sungguh.Saat proses seleksi tersebut, dirinya sempat tak percaya diri. Ia mengalami kesulitan saat tahap tes Hackathon (perlombaan membuat aplikasi dalam waktu singkat, seperti marathon tapi untuk pemrograman).

Aplikasi yang biasa dibuat dalam kurun waktu satu bulan, harus diringkas dalam hitungan jam. Zetta saat itu mencoba membuat aplikasi sistem pendaftaran vaksin berbasis website.

Hasilnya pun menjanjikan, aplikasi sudah dapat beroperasi secara sederhana.

"Jadi dalam Hackaton, saya membuat aplikasi bernama Covgone. Singkatan dari Covid Gone (Covid menghilanglah).

"Dengan aplikasi ini harapannya orang bisa daftar vaksin secara lebih mudah, fasilitas kesehatan menerima pendaftar juga lebih mudah, dan ada info tentang rumah sakit rujukan Covid yang Api (informasinya) selalu ter-update dan terhubung database Kemenkes," kenang Zetta.

Baca Juga: Satgas Covid-19 Tanggapi Foto Viral Vaksinasi Dosis Ketiga untuk Influencer, Sebut Booster Vaksin Hanya untuk Nakes

Kerja keras dan komitmennya untuk mencoba membantu penanganan Pandemi di Indonesia itu, membuahkan hasil. Zetta berhasil mendapatkan kesempatan beasiswa Semesta 2021. (*)

Editor : Al Sobry