HAI-Online.com – “Lo rese kalo lagi laper!” Kalo kalian inget, jargon salah satu iklan snack tersebut pernah populer di Indonesia pada masanya.
Yap, seperti jargon di atas, rasa lapar emang seringkali bikin seseorang mudah marah. Bahkan ada istilah sendiri buat menggambarkan kondisi ini, yakni hangry—gabungan antara hungry dan angry.
Namun benarkah rasa lapar akan selalu bikin seseorang menjadi gampang marah?
Baca Juga: Mager ke Luar Rumah Lihat Gerhana, Ini Ada Link Nonton Gerhana Bulan Total Sore Ini
Marah sendiri merupakan respon emosional yang kuat yang muncul ketika tubuh merasa menghadapi ancaman atau bahaya.
Pada kondisi tersebut, sumbu hipotalamus-pituitary-adrenal (HPA) di otak akan teraktifkan, dan memicu respons melawan atau lari (fight or flight).
Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Husnawati, menuturkan bahwa kombinasi rasa lapar dan amarah merupakan respons emosional yang rumit yang melibatkan interaksi biologi, kepribadian, dan isyarat lingkungan.
“Sistem limbik di otak adalah pusat dari segala emosi baik itu marah, takut, dorongan seksual, dan lainnya. Di sini emosi diterjemahkan secara biokimia dan diberi label sebagai sesuatu yang menyenangkan atau nggak menyenangkan, yang kemudian memicu dikeluarkannya hormon senang atau hormon stres,” paparnya, seperti dikutip Kompas.com pada Kamis (26/5/2021).
Baca Juga: Kenapa Anak Muda Tiba-tiba Hobi Main Golf Saat Pandemi? Komunitas Golf Menjelaskannya!
Dosen dari Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) tersebut juga menjelaskan bahwa pada beberapa orang, rasa lapar dapat dianggap sebagai ancaman bagi tubuh, sehingga muncullah kondisi “hangry”.
Rasa lapar yang berkepanjangan membuat tubuh menjadi stres, dan dikeluarkanlah hormon kortisol yang merupakan hormon stres.
Kondisi stres yang dirasakan tubuh menyebabkan penurunan kadar hormon serotonin yang memiliki peran penting dalam mengatur suasana hati.
“Kadar serotonin yang rendah sangat berkaitan dengan munculnya rasa marah dan kecenderungan ke arah perilaku kekerasan,” ujarnya.
Di sisi lain, berdasarkan kepribadian dan pengaruh lingkungan, perilaku emosi karena makanan terbentuk sejak masa kanak-kanak, dan sangat terkait dengan pengalaman masa kecil.
Menurut teori psikosomatis, rasa emosional yang muncul karena lapar merupakan respons terhadap perasaan negatif, seperti stres, kecemasan, kekecewaan, dan perasaan kesepian. Seseorang yang tinggal di lingkungan yang memperebutkan makanan sebagai usaha untuk bertahan hidup, akan sangat mudah mengalami “hangry”.
Baca Juga: Kenapa Makan Kentang Goreng Bisa Bikin Berat Badan Naik? Begini Penjelasan Ahli
Tingkat kesadaran emosional seseorang juga memengaruhi munculnya “hangry”. Orang yang kesadaran emosionalnya lebih berkembang, akan sadar bahwa rasa lapar dapat terwujud sebagai emosi negatif, sehingga mereka bisa mengontrolnya dan cenderung nggak menjadi “hangry”.
“Pada umat muslim, ada fase di mana seseorang diajarkan untuk mengelola emosi dari rasa lapar, yaitu saat berpuasa,” tambah dokter yang juga bertugas di Unit Kesehatan IPB University ini.
Ketika seseorang berpuasa, selain mengatur dan mengaktifkan metabolisme tubuh yang jarang dipakai. Seperti pengaturan pergantian kerja hormon insulin dan glukagon, puasa juga berfungsi untuk mengajarkan tubuh bahwa rasa lapar yang terjadi pada waktu pendek (di bawah 20 jam) bukanlah ancaman atau bahaya bagi tubuh.
“Sehingga orang-orang yang terbiasa berpuasa akan merespon rasa lapar dengan emosi yang netral atau malah positif,” pungkasnya.
Jadi bisa dibilang, rasa lapar yang menyebabkan munculnya kemarahan hanya terjadi pada orang-orang yang menganggap lapar sebagai ancaman bagi dirinya, dan adanya faktor kondisi lingkungan yang nggak mendukung. (*)
Baca Juga: Kenapa Kita Bosen Denger Lagu yang Overplayed? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Mudah Marah Saat Lapar? Ini Penjelasan Dosen IPB"