Nggak Cuma Urusan Bisnis, Menjadi Sociopreneur Juga Mengembangkan Kepedulian Sosial Anak Muda

Senin, 22 Maret 2021 | 14:50

Nggak Cuma Urusan Bisnis, Menjadi Sociopreneur Juga Mengembangkan Kepedulian Sosial Anak Muda

HAI-Online.com- Langkah yang besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil. Begitu juga dengan menjadi agen perubahan atau kita lebih akrab dengan sebutan agent of change yang ternyata dapat dimulai dari hal-hal kecil, namun dampaknya dirasakan oleh banyak orang.
Nah, hal ini terungkap dalam Sociopreneur Discussion, Kopi Sang Primadona yang digelar pada Sabtu (20/3/2021) pekan lalu.
Menurut Nadia Hasna Humaira, seorang penggiat sociopreneur, dalam diskusi tersebut mengungkapkan bahwa profesi yang dijalaninya itu merupakan gerakan wirausaha (bisnis) namun tidak melupakan aspek sosialnya.

Baca Juga: Bukan Giring, Hasil Survei Capres 2024 Beberkan Anak Muda Memilih Anies Baswedan...

“Mereka (ini) tidak hanya mengejar laba semata, tapi juga bisa memberikan manfaat kepada sekitarnya,“ katanya.

Meski masih ada yang beranggapan bahwa sociopreneur menempatkan masyarakat miskin sebagai objek usahanya. Justru, paradigma ini diluruskan oleh Hempri Suyatna, Dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dia mengatakan, sociopreneur tidak menempatkan mitra binaan sebagai objek, justru menempatkan mereka sebagai rekan kerja.Tidak bisa dimungkiri bahwa peningkatan jumlahsociopreneurakan membuka kesempatan kerja lebih luas sekaligus membangun iklim ketenagakerjaan yang kondusif.

Itu sebabnya, tak kurang dari itu, mantan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri pun ikut mendorong generasi muda untuk menjadi sociopreneur, yang tidak cuma mengembangkan bisnis tapi juga peduli dengan aspek sosial.

Nadia Hasna Humaira merupakan generasi muda yang bergiat di bidang ini. Dia, membentuk wadah bagi para pemuda berkumpul, bertukar informasi seputar peluang bisnis terutama yang berorientasi pada sociopreneur.

Nadia memulai ketertarikannya pada sociopreneur dengan hal-hal kecil yang ia lakukan.

Ia mencontohkan, efektifvitas penggunaan media sosial saat kuliah di Malaysia dapat mendukung labcarnya kerja bisnis sosial ini.

“Saat kuliah di negeri jiran, saya dan teman-teman kerap mendatangi sejumlah warung makan yang pemiliknya adalah para TKI (tenaga kerja Indonesia) wanita, yang sebenarnya mereka mengalami kesulitan keuangan juga, namun terbentur berbagai alasan, sehingga tidak dapat kembali ke Indonesia.

Baca Juga: Duh, 80 Persen Kondisi Mental Anak Muda Memburuk Selama Pandemi

“Akhirnya kami membantu mereka dengan mendatangkan para pelajar Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Malaysia, untuk turut meramaikan warung makan tersebut, dan mensosialisasikannya melalui media sosial, Instagram dan Facebook.

"Alhamdullilah, akhirnya warungnya ramai, berkat bantuan kami, dan juga marketing mouth to mouth (dari mulut ke mulut) ternyata efektif. Langkah kecil seperti ini dipandang mampu menjadikan usaha seseorang menjadi lebih dikenal, dan tanpa sadar, kami membantu orang secara tidak langsung,” jelas Nadia yang kini juga aktif dalam Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Dalam diskusi tersebut, yang dihadiri oleh sejumlah anggota PPI berbagai angkatan tersebut, Nadia juga membuka peluang berwirausaha, dan menawarkan kepada mereka, untuk membuka usaha gerai kopi rumahan maupun coffee shop sederhana.

Mereka yang berminat juga bisa difasilitasi, untuk menjadi barista di sejumlah kafe di negara Timur Tengah, salah satunya di Arab Saudi.

Sebelumnya mereka akan dilatih sekitar satu minggu, sambil dipersiapkan berangkat ke negara tujuan.

Salah seorang panelis, Bayu Hardjodisastro, CFO – Chief Financial Officer Bina Mutu Bangsa – pelatihan dan pendidikan hospitality dalam kesempatan diskusi mengatakan, ”Marketing yang mengandalkan kekuatan word of mouth itu termasuk salah satu dari strategi marketing 4.0 yang mempadukan antara pemasaran secara online (daring) dan offline (luring) atau tatap muka.“

Baca Juga: 3 Tips untuk Millenial yang Baru Merintis Bisnis Makanan Rumahan dari Beko

Dari strategi marketing tersebut maka advocacy termasuk salah satu dari konsep customer path (5A), yakni aware, appeal, ask, act, dan advocacy.

Konsep yang diperkenalkan oleh Hermawan Kertajaya ini menyebutkan, setelah konsumen mengenali produknya, kemudian mereka tertarik terhadap produk tersebut, menanyakan detail produknya, sehingga akhirnya mereka membeli, sampai merekomendasikan penggunaan barang atau jasa tersebut kepada teman atau anggota komunitasnya.

Salah seorang panelis diskusi lainnya, Kevov Rhamli, Manager Operasional Kopi Daong menyebutkan, dirinya tertarik menjadi barista dari tahun 2014, mempelajari berbagai cara penyajian kopi, termasuk latte art.

Melihat tingginya peminat bidang usaha mendirikan coffee shop dan kopi rumahan, ia membagikan sejumlah trik bagi mereka yang tertarik di bisnis ini, agar mempelajari bisnis kopi mulai dari hulu (di tingkat petani), proses produksi kopi, sampai roasting dan akhirnya kopi siap terhidang di meja.

Rhamli yang juga aktif dalam Komunitas Kopi Bogor dan juga Komunitas “Puncak Menyeduh” ini, punya obsesi agar lebih banyak lagi orang yang mengonsumsi kopi hitam sebagai rasa kopi yang asli (original).

Dengan jumlah anggota yang cukup besar, 200 orang di Komunitas Kopi Bogor dan lebih dari 100 orang di Komunitas Puncak Menyeduh, mereka aktif menggelar event untuk menghidupkan atau mensosialisasikan lagi minum kopi seduh black coffee.

Sementara itu Ahmad Zuhdi, perencana bisnis kopi (coffee business planner) panelis lainnya, berupaya memotivasi para pemuda dan pemudi yang rata-rata baru lulus SMA atau masih di tahun pemula bangku kuliah.

Dirinya melihat animo yang cukup besar dari anak muda masa kini dalam bisnis kopi, sehingga di sekitar Kabupaten sampai Kota Bogor terdapat sekitar 500 coffee shop yang terdaftar, belum termasuk usaha kopi rumahan dan warung kopi.

Baca Juga: Tangan Remaja Ini Bergerak Tak Terkontrol, Diduga Karena Sering Main Game Online

"Kalo mau memperoleh modal usaha tetapi yang kita miliki masih sebatas ide bisnis, kita dapat mengajukan proposal ide bisnis tersebut kepada pemodal ventura atau para investor pemilik modal. Kalo sudah bertemu dengan mereka, kita mempresentasikannya, ingin membangun usaha apa, lantas menyajikan latar belakang, portfolio diri kita sebagai personal branding," bebernya.

Secara umum ia menggambarkan berbagai tahapan dalam penyajian ide ataupun upaya untuk menghimpun dana mulai dari product development (pengembangan produk); market size; point of interest; businesss model; membaca situasi kompetisi dan siapa kompetitor; pentingnya modifikasi; fund raising; dan eksekusi menjual atau menghasilkan barang (jasa) sebagai tujuan akhir. (*)

Tag

Editor : Al Sobry