Bumi Bernapas Lega tapi Kulitnya Terluka

Minggu, 05 April 2020 | 09:12

Masker bekas pakai

HAI-Online.com-Science Alert mencatat adanya penurunan emisi nitrogen dioksida (NO2) di sekitar langit Eropa tepat pada minggu awal orang-orang berdiam diri di rumah (self quarantine).
Kabar baik yang datangnya daripara astronom yang memantau kondisi atmosfer menggunakan tropomi di sekitar wilayah yang sedang lockdown pada Selasa (17/3/2020) lalu itu membawa angin segar di tengah kepanikan covid-19 yang melanda penduduk dunia.
Kita jadi ikutan sedikit lega, karena pandemi ini setidaknya bumi kita bisa bernapas lega, meski hanya sesaat. Ya, tidak lama setelahnya, kita tahu permukaan bumi tak sedang baik-baik saja.
Baca Juga: Jangan Brengzek, Jutaan Sampah Masker Bekas Pakai Berbahaya Menumpuk di Jakarta!
Pakar kebijakan limbah dari Health Care Without Harm, Ruth Stinger, melihat adanya tren peningkatan penggunaan plastik sekali pakai di banyak negara, terutama saat menghadapi wabah COVID-19.
Yang menyedihkannya lagi, kenaikan jumlah sampah plastik nggak dibarengi dengan usaha pendauran ulang.
"Kami melihat peningkatan penggunaan plastik sekali pakai dan kami melihat di beberapa tempat orang-orang menghentikan program daur ulang," kata International Science and Policy Coordinator untuk Health Care Without Harm itu dalam diskusi online, Jumat lalu dikutip dari Antaranews.com.

Plastik sekali pakai

Masifnya penggunan plastik di masa pandemi nggak hanya terjadi pada masyarakat yang melakukan belanja onlinekarena melakukan physical distancing misalnya, penggunaan plastik secara berlebihan juga terjadi dalam praktik memproses limbah medis yang sebenarnya lebih baik dihindari.
Baca Juga: McDonald's Bakal Hapuskan Mainan Plastik dari Happy Meal untuk Kelestarian Lingkungan
"Menggunakan dua kantong plastik untuk membungkus limbah (masker atau APD bekas) tidak harus dilakukan, tapi lebih baik menggunakan kontainer dengan bahan tebal dan tertutup rapat untuk menghindari kebocoran," katanya lagi.
Jangan Mau Double Polusi
Untuk mengatasi penggunaan plastik berlebihan itu, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh lembaga non-profit yang mempromosikan transformasi sektor kesehatan menjadi ramah lingkungan, Ruth mengingatkan agar dalam pemrosesan limbah medis sebaiknya menggunakan cara yang tidak menghasilkan polusi lingkungan.Tahukah kamu, penggunaan insinerator untuk memproses semua limbah medis apapun jenisnya akan menghasilkan polutan di udara yang tidak ramah lingkungan."Kita tidak perlu mendorong lebih banyak insinerasi, itu adalah solusi palsu. Cara itu menimbulkan polusi dan mahal," tegasnya nggak mau mengolah limbah malah jadi polusi.
Karenanya solusi yang lebih ramah lingkungan yang disarankan adalah dengan teknologi berbasis uap seperti autoclave yang menggunakan sistem sterilisasi untuk menghilangkan sifat infeksius dari limbah sebelum dimasukkan ke kontainer untuk disimpan dan diproses di penyimpanan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Baca Juga: Pemerintah RI Wajibkan Pakai Masker Seiring Berkembangnya Status OTG Covid-19
"Orang-orang hanya perlu melaksanakan manajemen limbah dengan baik dan ketat dalam menghadapi pandemi COVID-19. Manajemen limbah yang baik dimulai dengan melakukan pemilahan benar dari sampah yang ada, terutama limbah medis yang dihasilkan dari rumah sakit yang merawat pasien corona," jelasnya lagi.
Semoga solusi ini bisa membuat bumi bernafas lega lagi dan permukaannya (kulit bumi) tudak dirusak olej tumpukan sampah plastik kita. (*)

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya