Presiden Jokowi Instruksikan Tes Massal Virus Corona, Dokter Ingatkan Potensi Hasil Palsu

Jumat, 20 Maret 2020 | 14:34
PIXABAY/GERALT

Ilustrasi tes virus corona

HAI-Online.com -Diharapkan bisa melakukan deteksi dini atas indikasi awal penderita Covid-19, Presiden Joko Widodo memberi instruksi pelaksanaan rapid test virus corona untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Untuk melaksanakan tes masal tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah, salah satunya kewaspadaan dan ketelitian terhadap hasil.

Kewaspadaan dan ketelitian ini sendiri perlu diperhatikan karena rapid test mempunyai potensi untuk memunculkan hasil negatif maupun hasil positif palsu.

Menurut keterangan Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKln), Prof. DR. Dr. Aryati, MS, Sp.PK(K), hasil positif palsu bisa muncul karena adanya infeksi virus corona jenis lain di masa lalu.

Baca Juga: Kembali dari Wuhan, Kota di China Tampilkan Sosok Para Pahlawan Medis di Gedung-gedung Bertingkat

Perlu digarisbawahi, ada beberapa virus corona selain Covid-19 antara lainHuman Pathogenic Cov (HCoV), SARS-CoV, MERS-CoV, dan pathogenik coronavirus lainnya.

"Karena (jenis) corona banyak di masa lalu itu, antibodi yang pernah timbul bisa saja terdeteksi,” ujar Aryati pada Kamis (19/3) kemarin, seperti dikutip HAI dari Kompas.com.

Nggak cuma itu, adanya kemungkinan cross reactive atau reaksi silang dengan jenis corona yang lain atau jenis virus yang memiliki kemiripan, bisa menimbulkan adanya false positive.

Lebih lanjut, Aryati menjelaskan bahwa deteksi antibodi terhadap SARS-CoV2 dengan metode imunokromatografi (rapid test) belum ada penjelasan kinetika antibodinya.

Baca Juga: Jepang Pasarkan Alat yang Diklaim Bisa Deteksi Virus Corona dalam 15 Menit

Hal ini terjadi karena virus tersebut masih baru sehingga belum banyak ilmuwan yang menentukan dengan jelas kinetika antibodinya, di mana hal itu dikhawatirkan dapat menimbulkan adanya kasus negatif palsu.

“Dikira negatif, tidak sakit. Padahal belum tentu. Bisa saja dia terpapar, tapi belum kelihatan oleh antibodi yang timbul. Sehingga orang yang seharusnya dilakukan pengawasan atau karantina bisa berkeliaran menularkan ke orang lain,” terangnya menambahkan.

Aryati menambahkan, perlu ada konfirmasi ulang dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) apabila hasil rapid test dinyatakan positif.

“Tapi kalau hasil negatif dia belum melewati inkubasinya, saya sarankan untuk dilakukan pengambilan sampel ulang 7 hari kemudian dari hari pertama tadi. Misal batuk, diperiksa negatif, jangan senang dulu. Cek lagi hari ke-12. Kalau dicek lagi positif, berarti ya positif,” jelas Aryati.

Selain itu, rapid test ini sendiri juga bisa dilakukan jika bertujuan untuk melihat paparan virus pada daerah-daerah tertentu.

"Kalau teman-teman dari bagian epidemiologi ingin melihat ada paparan enggak sih di daerah Jakarta Barat, misalnya. Ya silakan saja karena enggak terkait dengan orang itu untuk diterapi. Tapi kalau untuk dignosis, tentu perlu pertimbangan tadi, kalau negatif diulang. Kalau positif dilanjut dengan PCR,” tuturnya.

Aryati mengingatkan tenaga kesehatan harus memahami dengan benar terkait tes yang dilakukan,terutama soal alur maupun pengetahuan bahwa hasil positif seharusnya dilanjutkan dengan PCR dan memberikan pengertian kepada keluarga.

Baca Juga: China Akhirnya Buka Bioskop Setelah Lama Ditutup Karena Coronavirus

“Jika itu tak disikapi dengan baik oleh pemeriksanya, entah dokter atau pengirimnya, itu bisa jadi kehebohan nasional,” tutup Aryati.

Semoga pemerintah mengambil langkah yang tepat sehingga penyebaran virus corona dapat segera dihentikan secepat mungkin. (*)

Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Jokowi Instruksikan Tes Massal, Ini yang Harus Diperhatikan soal Rapid Test Virus Corona".

Editor : Alvin Bahar

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya