HAI-Online.com – Pas tahu ada sejumlah kontainersampah yang didatangkan dari luar negeri, Menteri kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Susi Pudjiastuti langsung bereaksi.
Yang pertama diungkapnya adalah dengan mengetik cuitan di akun twitter pribadinya. Dari isi cuitan yang diunggah Bu Susi pada Minggu (16/6/2019) kemarin itu, dia jelas nggak setuju ‘penyelundupan’ sampah itu.
Apalagi ada dugaan praktik impor sampahlewat jalur perairan Indonesia itu dilakukan melalui cara-cara yang ilegal. Salah satunya, menggunakan modus impor kertas. Padahal, di dalam peti kemas itu bukan kertas yang didatangkan dari luar negeri melainkan berisi sampah dan logam.
“Semoga semuanya di-return, yang ke Batam juga ke Jkarta. Indonesia returns five containers of waste to the US," tulis Susi dalam akun twitter @Susipudjiastut pada Minggu (16/6/2019).
Baca Juga: Susi Pudjiastuti Melenggang di JFW 2019, Dibayar Mahal Ini Motivasinya
Meksi baru-baru ini ada kabar bahwa pihak bea cukai telah mengekspor kembali limbah kertas bercampur dengan sampah rumah tangga ke AS, tetap saja siapa yang tidak geram jika negara kita malah dijadikan tempat sampah bagi negara lain.
Kalo sudah begini, apa yang bisa dilakuin anak muda, setidaknya kalo belom bisa ‘bilang’ langsung ke pemerintah untuk return sampah luar negeri, kenapa nggak kita return sampah di lingkungan sekitar kita. Caranya gampang!
- Cek Sampah Lo!
Udah tahu belom kalo sampah di Jakarta itu perharinya segede candi Borobudur. Dari sampah warga Jakarta itu, 22 persennya terdiri dari kantong plastik sekali pakai. Di Bali juga sama, 60 persen sampah warganya adalah kantong kresek dan plastik kemasan/sachet.
Baca Juga: Ngerih, Sampah Penduduk Jakarta Per Hari Sebesar Candi Borobudur!
Kalo udah ngecek masalah terbaru sampah, kamu bisa cari cara sendiri untuk menyelesaikannya. Caranya, jangan pakai kantong kresek lagi. Usahain bawa totebag atau tas jinjing yang bisa dipakai ulang. Itu aja udah bisa ngurangin jumlah sampah plastik yang ada.
- Pilih Sampah Lo!
“Di mal-mal kita bisa melihat tempat sampah yang sudah terbagi-bagi. Tapi kalo dilihat dalamnya, semua sampah itu tetap saja bercampur,” ungkapAnnisa Paramitha, dari Waste4Change, dengan kata lain dia juga menyesal orang-orang nggak memperhatikan ke mana sampah mereka buang. Belum lagi ketika sampah diangkut oleh truk sampah, semuanya kembali menyatu. Padahal seharusnya dipilih terus dipisah-pisahkan.
Sampah plastik, sampah organik dan sampah berbahaya. Tiga itu aja dulu dilakuin, sehingga kalo sudah terpisah. Nggak semua sampah numpuk bersatu di Tempat Pembuangan Akhir. Artinya, jumlahnya bakal berkuran karena sebagian sampah yang dipisah bakal gampang diolah lagi.
Berbeda halnya kalo nyampur, ya susah, yang satu keburu busuk, satu lagi butuh ribuan tahun untuk terdegradasi, satunya lagi terlalu berbahaya bahkan untuk disentuh pemulung.
Baca Juga: Peduli Lingkungan, 2 Desainer Bikin Tumbler Solusi Minum Bubble Tea Tanpa Sedotan
- Pake sedotan stainless steel minimal 15 Kali
Nah, solusinya adalah memakai sedotan reusable.
Seringnya sih yang berbahan stainless steel. Cuma sayangnya, udah mahal-mahal dibeli, eh dipakainya Cuma sekali. Alasannya lupa dibawa dan lain-lain.
Padahal kalo mau bantu return sampah kita sendiri, pakai dong sedotan stainless steel minimal 15 kali.
“Kenapa minimal 15 kali, karena jumlah itu bakal bisa menebus jumlah karbondioksida yang dikeluarkan pada saat membuat sedotan tersebut,” jelas Swietenia Puspa, inisiator Divers Clean Action.
Baca Juga: Jalan-Jalan Tanpa Nyampah ala Swietenia Puspa, Inisiator Divers Clean Action
Katanya kalo bisa lebih dari itu, life cycle yang ditebus untuk lingkungan kita bakal semakin baik lagi. Sampah plastik berkurang, polusi udara juga nggak penuh-penuh amat karena bikin sedotan stainless steel terus menerus. (*)